Dessert yang menjadi makanan pembuka |
Untuk ke-21 kalinya, alhamdulillah saya diberi
kesempatan oleh Tuhan untuk bertemu dengan tanggal 8 Januari. Saya biasanya
bukan orang yang akan memperdulikan hari ulang tahun saya secara spesifik.
Well, saya memang hampir selalu menulis blog atau menyempatkan diri
bersenang-senang sendiri di hari ulang tahun. Tetapi saya sama sekali tidak
tertarik dengan perayaan, pesta, apalagi surprise. Sejak saya kecil, saya tidak
pernah minta ulang tahun saya dirayakan. Saya tidak begitu ingin kue-kuean
(terutama karena krim kue ulangtahun biasanya tidak enak!). Kadang saya
'memperingati' hari bertambahnya umur saya dengan pergi ke Gramedia dan membeli
satu-dua novel. Malah sejak 2018 sudah hal itu tidak saya lakukan.
Tapi tahun ini, tiba-tiba saja segala sesuatunya agak
berbeda. Saya tiba-tiba merasa hari ulang tahun seharusnya sedikit lebih
spesial. Spesial dengan cara yang berbeda. Tidak dengan surprise, tidak dengan
perayaan besar-besaran.
Tiba-tiba saja, kalimat itu terlontar dari mulut saya,
"Nanti tanggal delapan, abang ada di Pontianak ya? Please?"
Dalam satu tahun, mungkin 300 harinya dihabiskan di
Pontianak. Tapi saya masih minta tambahan hari. Saya jadi tidak yakin apakah
saya ingin ulang tahun saya spesial, atau sebenarnya saya hanya memanfaatkan
hari ulang tahun saya sebagai alasan agar dia di kota yang sama?
Tahun lalu di bulan Januari, saat ulang tahun saya,
dia juga jauh di kota sebelah dan saya tidak begitu keras kepala untuk
memintanya di Pontianak. Kami tidak bertemu selama lebih dari sebulan dan saya
baik-baik saja.
Tahun ini, dia seperti biasa pulang ke kampung
halamannya. Satu-satunya momen liburan yang bisa dimanfaatkannya untuk pulang.
Tetapi berkat paksaan saya, dia harus kembali lagi ke kota ini sekitar sepuluh
hari setelah di pulang kampung.
Saya tidak tahu. Saya benar-benar belum mendapatkan
jawaban atas sikap kebucinan yang tiba-tiba muncul menutupi logika saya. Saya
hanya ingin dia menemui saya di hari ulang tahun saya. Itu saja.
"Sheren ga perlu kado kok. Ga usah dirayain. Ga usah
yang ribet-ribet. Ngobrol di rumah aja juga ga apa, yang penting ketemu abang
di tanggal delapan, ya? Yayaya?"
Dalam hati saya mengutuk diri sendiri sebagai
seseorang yang egois dan keras kepala. Masih berputar-putar di pikiran saya
tentang hitung-hitungan dan perbandingan waktu keberadaannya di kota ini dan
kota sebelah. Jelas kota ini menang telak. Melayang-layang juga di pikiran saya
tentang sebuah inisiatif bahwa seharusnya saya saja yang ke kota dia. Tapi toh
logika sedang terkurung rapat oleh penjara perasaan. Juru bicara saya, mulut,
hanya mendengarkan hati saya untuk saat ini.
Tentu saja saya seharusnya tahu, permintaan ini tidak
akan dengan mudah dituruti hanya lewat 'rengekan wanita'. Kadang-kadang
hubungan kami ini seperti hubungan bisnis yang saling menguntungkan. Simbiosis
mutualisme yang dibalut kasih sayang. Menjalani hari-hari bersamanya sering
menimbulkan tantangan-tantangan baru dan bahkan aneh.
Dia memberitahu saya cara agar keinginan saya
terkabul. Mendengarnya saja membuat saya memutar bola mata.
Dalam hati : Wah mampus gue.
But let's turn to the game.
Sebenarnya dia sudah pernah mengajukan syarat ini
beberapa kali di masa sebelumnya, tetapi tidak pernah saya penuhi karena males
banget, bahkan cenderung saya hindari. Bukan sesuatu yang aneh dan
membahayakan. Hal sederhana sebenarnya. Tapi itu sama saja dengan saya mengakui
sesuatu yang tidak mau saya akui selama ini.
(Oke saya tahu kalian gapaham sama sekali dengan 1
paragraf di atas. Tapi saya ga mau kasitau syarat yang diajukan itu apa wkwk.
Sama sekali bukan syarat yang aneh dan sulit, tapi bukan sesuatu yang
menyenangkan untuk saya yang kalem dan pemalu dan baik hati ini.)
Iya akhirnya saya menenggelamkan gengsi dan mengikuti
keinginannya dan dia pun mengikuti keinginan saya memastikan dirinya hadir di
tanggal delapan.
Tentu saja ucapan “yang penting ketemu, ga perlu ada
perayaan” hanya omong-kosong belaka yang berujung wacana.
Karena kami justru merencanakan hari itu dengan
antusias, hahaha. Main idea-nya dicetuskan dia (saya merasa harus
mengatakan ini karena dia uhuk--bangga banget--uhuk
dengan hal ini).
Tidak ada pesta apalagi surprise. Saya tidak terlalu
suka merayakan di orang banyak. Jadi ini hanya rencana jalan-jalan berdua
biasa.
Hanya saja sponsor pundi-pundi rupiah dan ucapan manis
dari doi hampir menggoyahkan iman ketidakmatrean saya.
“Pilih aja Sheren..piliiiiiiiiiih. Jangan ragu-ragu.
Today is special day” - SM
Godaan yang sangat kuat. Untung saya berhasil
melewatinya tanpa mengosongkan dompet dan atm dia.
Kami ke tempat belanja, lalu makan-makan di dua tempat
berbeda. Dan akhirnya pulang dengan perasaan manis, senang, dan bahagia, sampai
saya lupa kalau umur saya sudah berkurang sebanyak 21 tahun.
Di akhir postingan ini, saya ingin mengucapkan
terimakasih kepada semua orang yang dengan sendirinya mengingat ulang tahun
saya padahal saya sudah menyembunyikan tanggal kelahiran di seluruh sosial
media sejak 2017. Terimakasih untuk kamu dan Google yang sudah menyanyikan lagu
ulang tahun untuk saya. Terimakasih kepada Nenek saya yang selalu membuatkan
bolu khusus di hari ulang tahun saya sejak saya kecil. Terimakasih kepada
orangtua saya yang telah menghadirkan saya ke dunia ini.
Mungkin terimakasihnya harus dicukupkan.
Sampai sini saja.
Mungkin ini bisa menjadi Pada Suatu Hari Series yang lain.
Apakah sudah kelar juga?
Ah, itu sebuah pertanyaan retoris. Karena
sebenarnya masalah kita tidak akan benar-benar selesai hingga umur kita sendiri
selesai.
Wah sudah mulai berat saja bahasannya,
baru awal tahun. Haha.
Bagaimana dengan 2019 milik saya? Bisa
dibilang menyenangkan dan menakjubkan. Dua tahun terakhir ini saya anggap luar
biasa. Walaupun ada beberapa bagian yang masih harus ditingkatkan lagi, tetapi
saya secara sepenuhnya menganggap hari-hari yang saya lewati adalah rentetan
keberuntungan. Tentu saja dalam tahun ini, tidak sepenuhnya 365 hari saya
merasa bahagia. Sering juga kesal, marah, sedih, tapi alhamdulillah tidak
sampai benar-benar jatuh ke bawah. Malah saya merasa terus maju, ada
ke-progresif-an secara pasti dalam kenyamanan saya terhadap diri saya sendiri
dan lingkungan.
Walaupun tidak ada yang menyadari, tetapi
selama dua tahun itu juga, saya mulai jarang menulis di blog. Alasannya
sederhana : saya sedang bahagia. Hampir sama persis seperti yang dikatakan
Fathia Izzati a.k.a Kittendust di youtube Froyonion, bahwa saya tidak sedang
sedih. Tidak galau. Tidak sedih yang menciptakan jiwa pujangga dalam diri saya
haha. Tidak cukup sedih untuk menulis. Saya terlalu sibuk dengan kebahagiaan
saya, sampai-sampai saya sendiri pun tidak sempat menyimpan kebahagiaan saya
dalam bentuk tulisan. Biasanya saya menulis untuk sejenak mengistirahatkan otak
saya dari kepenatan.
Beberapa hal, yang sebenarnya tidak cukup
baik, memang saya lakukan di tahun 2018 dan 2019. Salah satunya adalah tidak
terlalu memperdulikan dan memikirkan masalah orang lain, apalagi ikut campur.
Sebenarnya saya merasa sedikit bersalah dengan kecuekan saya. Tetapi jika
misalnya teman saya tidak berniat menceritakan masalahnya ke saya, maka saya pun
tidak akan bertanya. Saya hanya diam memperhatikan gerak-gerik mereka (meskipun
saya tahu mereka sedang bermasalah), sampai mereka sendiri ingin bercerita.
Saya mulai jarang membalas story WA maupun Ig teman-teman saya, yang awalnya
biasa saya lakukan. Mungkin saya hanya agak malas mengobrol, lebih senang
berdua dengan laptop atau buku-buku saya, atau…doi. Haha.
Ah, itu masalahnya dengan seorang
introvert. Terlalu bahagia memang menghabiskan energi sehingga tidak cukup
berminat untuk mengunjungi masalah orang lain.
Saya dengan serius meminta maaf dan
memohon toleransinya untuk ‘ketenangan diri’ ini dalam menghadapi masalah
kalian.
Tahun 2019 saya benar-benar belajar banyak
tentang menjadi wanita dalam sisi penampilan(?). Tahun ini saya
mulai banyak belajar mengenal make-up, walaupun yang saya beli masih sebatas bb
cream-bedak-hingga jenis-jenis lipstick dan lipcream. Saya mulai mencoba
merk-merk tertentu dan belajar tentang undertone, jenis kulit, dsb. Mulai suka
melihat beauty vlogger. Rasanya jadi cewek banget sih, padahal dulu saya ga
begitu memperhatikan penampilan, sikap yang sering membuat mama saya mengomel
hahaha.
Tahun 2020 saya mungkin ingin mencoba
mendorong batas-batas sisi lain saya tentang menjadi wanita. Bukannya hanya
berfokus pada penampilan. Tetapi juga sebagaimana wanita bersikap secara
semestinya.
Ah, tahun 2020 sepertinya ada begitu
banyak target yang harus dicapai. Hal ini bukannya harapan saya, hanya saja
target yang terjadi karena kewajiban saya sebagai mahasiswa dan aktivis kampus.
Mulai dari kegiatan saya di organisasi, dan tahun ini artinya saya akan fokus
skripsi! Waktu begitu cepat berlalu. Kali ini saya benar-benar merasa saya
belum lama di dunia perkuliahan, tiba-tiba saja sudah harus skripsi. Padahal
dulu zaman SMP dan SMA, rasanya waktu berlalu lama sekali. Sepertinya
kebahagian memang membawa waktu menjadi lebih cepat.
Semoga lancar.
Tahun 2019 saya ditutup dengan sangat
baik. Saya merayakan akhir tahun di kota sebelah alias Singkawang. Main-main di
pantai, keliling kota Singkawang. Benar-benar one fine day.
Saya cuma mau nunjukkin bianglala-nya aja sebenarnya wkwk, bagus soalnya. |
Semoga 2020 akan jauh lebih menakjubkan
dari 2019!