Mulai tahun ajaran ini yaitu 2017/2018, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita, Pak Muhadjir Effendy, memutuskan untuk menerapkan Sistem Zonasi Penerimaan Siswa Baru. Artinya, untuk anak anak yang
masuk sekolah nanti, hanya bisa mendaftar ke sekolah dalam zona tempat
tinggal mereka. Peraturan ini berlaku dari jenjang SD sampai SMA.
source : image.google.com |
Saya kurang setuju. Mungkin niat Pak Menteri baik,
untuk ‘menyamaratakan pendidikan’ sehingga tidak ada ketimpangan antar satu
sekolah dengan sekolah yang lain. Jadi tidak ada namanya sekolah favorit yang
dituju banyak orang dari berbagai kalangan. Semua sama rata, tidak semua siswa pintar berkumpul di satu sekolah.
Tetapi jika memang itu tujuannya, menurut saya itu bukanlah solusi
yang tepat. Well, kenapa suatu sekolah bisa jadi sekolah favorit di kotanya
tentu saja ada sejarahnya, tidak bisa baru dibangun tiba tiba, jreng,
dijadikan favorit sama masyarakat sekitar. Perlu ada usaha, perlu ada kebijakan,
perlu ada semangat yang menggelora. Seperti kata pepatah, apa yang kita tanam,
itulah yang kita tuai.
Saya sangat yakin, pemerataan pendidikan tidak akan tercapai sampai kapanpun jika hanya dilakukan dengan sistem zonasi seperti itu. Pemerataan itu akan tercapai kalau saja fasilitas penunjang dan kualitas sekolah dipenuhi dan ditingkatkan.
Sekolah favorit itu adalah hadiah hebat bagi
anak dan orangtua untuk mereka yang berjuang di dalamnya. Alasan mereka berjuang adalah karena ada yang ingin digapai. Kalau misalnya saya sebagai
siswa tahu bahwa seberusaha apapun saya masuk belajar toh saya masuk sekolah
dengan akreditasi Z, atau sekolah yang
saya tidak inginkan, pasti semangat belajar saya berkurang jauh.
Kenapa
selama ini bisa ada sekolah favorit dan sekolah yang tidak diminati sama
sekali? Tentu saja kita harus melihat ke dalamnya. Kenapa, yang satu gedungnya
bisa bagus dan fasilitasnya lengkap? Terus kenapa, yang gedung lainnya bisa
bobrok dan fasilitasnya minim?
Kalau mau pemerataan, atau penghapusan sekat antara favorit dan non favorit, ya diratakan dari dalam dululah. Fasilitas kan penunjang penting dalam pendidikan. Gimana mau merata, kalo
dalam pengadaan fasilitas saja masih ada ketimpangan? Yang di pelosok sana tidak ada internet, yang di sisi sini laju banget. Yang di sebelah sana udah memak proyektor, yang di sisi sini masih pake papan tulis kapur. Yang di sini UN sudah berbasi komputer/CBT, yang di sana masih saja pakai kertas.
Kemudian guru dan staf di dalam sekolah. Guru yang baik akan menghasilkan siswa yang baik juga. Suatu sekolah bisa
dijadikan sekolah favorit tentu tidak terlepas dari kerja keras guru gurunya,
bukan? Keberadaan guru itu penting
sekali. Jadi pastikan para pengajar itu memiliki kemampuan yang
baik, pastikan para staf dapat memegang amanah dengan baik. Bagaimana
pendidikan mau merata, jika pembawa berita masih saja memberitakan tentang
kekerasan guru terhadap siswa? Bagaimana pendidikan mau merata, jika masih saja
ada orang dalam yang korupsi?
Adanya
sekolah favorit dan tidak favorit itu bukan salah siswanya, jadi jangan korbankan siswa.
Siswa yang baik sudah seharusnya mendapat balasan yang
sepantasnya. Memilih tempat pendidikan itu hak mereka, janganlah dibatas
batasi seperti itu. Setiap orangtua pasti ingin yang terbaik bagi anaknya, bukan?
source : dokumen pribadi. |
Saya
pribadi berpendapat sistem zonasi itu tidak adil. Kalau memang mau adil, harusnya pemerintah
memulai dari fasilitas dulu, dari orang orang pengajar dan staf dulu. Ditinjau,
dibenahi. Kalau semua fasilitas penunjang sama, semua gurunya
sama sama hebat, pasti tidak akan ada masalah mau masuk sekolah manapun. Semua akan jadi sekolah favorit.
Kalau belum mampu, ya jangan dimulai dululah sistem
zonasi. Sistem seperti ini tanpa adanya pemenuhan kualitas sekolah yang layak hanya akan memengaruhi motivasi siswa belajar kedepannya.
Sama seperti Universitas, atau melamar kerjaan.
Kita perlu tes, kita perlu wawancara. Jika baik dalam proses tes dan wawancara,
tentulah kita bisa masuk ke Univ/perusahaan yang kita bagus. Semakin baik kita
berusaha dalam tes itu, tentulah hasil yang kita dapat semakin baik juga.
Tolonglah pemerintah, tangguhkan dulu sistem
zonasinya, ratakan dulu fasilitas dan kualitas sekolah. Jikalau sudah, baru terapkan sistem zonasi itu. Biar adil. Biar ADIL. Kalau mau membatasi
hak siswa seperti itu, penuhi dululah kewajiban sekolah untuk memenuhi
fasilitas.
Ah, di sisi lain selain pemenuhan fasilitas, ada juga hal hal yang membuat saya tidak mendukung ini. Pertama, tampaknya sosialisasi ke masyarakat belum merata. Lalu yang kedua, bukankah tidak semua zona memiliki jumlah anak yang sama? Bagaimana misalnya di satu zona ada total dua ratus, sedangkan di zona lainnya jumlah anaknya hanya 50, bukankah akan terjadi ketimpangan juga? Di satu zona, siswanya akan menumpuk dan bahkan, bisa jadi ada anak yang gagal sekolah negeri gara gara 'kehabisan tempat duduk', sedangkan sekolah di zona lain sekolahnya kekurangan murid dan jadi kosong melompong?
Sekian, sekali lagi, sebagai seorang yang kontra, saya berharap Pak Menteri dengan segenap pemerintah meninjau ulang masalah ini. Tetapi jika tetap dilaksanakan, mari kita lihat bagaimana prosesnya, toh sebentar lagi pendaftaran sekolah sudah dimulai.
0 comments