Sudah lama sekali aku tidak benar-benar mengetik sesuatu untuk blog. Bahkan dua postingan terakhir isinya hanya arsip lama yang kemudian kupublish. Kupikir sekarang waktu yang tepat untuk menulis. Meninggalkan sejenak beban kuliah dan berpikir bersama hujan.
Alhamdulillah aku sudah satu tahun
berkuliah. Sekarang menginjak semester III. Dan selama berkuliah, aku mendapat
banyak sekali. Belajar banyak sekali. Tidak hanya ilmu, namun juga
pemahaman-pemahaman lain, cerita-cerita lain, dan pengalaman lain.
Di postingan kali ini, aku ingin
mengungkap tiga hal, yang mungkin paling besar, yang terjadi selama setahun aku
kuliah.
Pertama,
tentang pertemanan. Definisiku tentang pertemanan berubah jauh seiring
aku kuliah. Now I know well that
friendship is not about quantity. It’s about quality. Sebenarnya, dalam
segala jenis hubungan, kualitas memang menjadi faktor yang paling menentukan.
Bahkan jika kita sudah lama tahu satu sama lain, sudah mengenal sejak awal SMA,
sejak bertahun-tahun lalu, tidak berarti kita bisa cocok satu sama lain. Semua
orang memiliki watak yang berbeda-beda, sekarang hanya tentang bagaimana kita
menoleransinya, beradaptasi dengannya. Lucu tapi fakta, aku akhirnya
menyaksikan drama dalam pertemanan. Perbedaan prinsip, yang awalnya kukira akan
mewarnai pertemanan, justru menjadi panah penghancur. Ada ego yang tidak bisa dikendalikan. Ego kami semua bertolak
belakang sekali, dan tidak ada toleransi yang menjadi jembatan.
Singkat cerita, akhirnya karena perbedaan
pola pikir, kesibukan masing-masing, baik sibuk di UKM A atau B, dan ditambah segala
macam masalah lainnya, kami berdelapan yang awalnya bersama ke mana-mana baik
di kampus maupun di luar jadi mulai berjalan sendiri-diri. Kami masih sekelas,
masih duduk berdekatan. Namun kami jadi jarang sekali menghabiskan waktu
bersama di luar. Semuanya berbeda.
Tapi syukurlah, kehilangan itu diganti
dengan yang lebih baik.
Aku jadi ingat salah satu kutipan dari
sebuah buku,
“…Hanya kesetiaan pada prinsiplah yang akan memanggil kesetiaan terbaik…”
Kedua,
tentang menjadi pribadi lebih baik. Kuliah tidak semudah SMA, tentu saja.
Bukan hanya pelajarannya, tetapi juga kehidupan sosialnya. Tapi tidak ada
gunanya terpuruk berkepanjangan dan menjadikan semua ini beban. Aku
merasa….sama seperti mengapa aku tidak keterima di Sekolah Kedinasan, mengapa
aku menetap di Pontianak, mengapa aku begini, begitu, semua ada sebabnya. Ada
sebab-akibat. Semua sudah jalannya. Ada alasan mengapa aku harus masuk
kepanitiaan, ada alasan mengapa aku harus di sana, dengan cara yang tidak
terduga. Ada alasan mengapa pada akhirnya kami berdelapan harus berjalan
sendiri-sendiri. Semua hal pasti akan ada penjelasannya. Maka dari itulah aku
belajar untuk ikhlas dan sabar. Bukankah kita semua tahu, Tuhan adalah pembuat skenario terbaik.
Dengan melihat segala sesuatu dari sudut
pandang positif. Hasilnya, aku bahagia. Bahkan lebih dari itu. Rasanya Tuhan
kadangkala memberiku ‘hadiah-hadiah’ kecil yang tak disangka. Lebih dari apa
yang kuharapkan.
Banyaaak sekali kemudahan yang kudapat.
Kesenangan, kebahagiaan, dan berkali-kali rasa syukur karena ‘aku berada di
sini’. Setelah memikirkan segala sesuatu dari segi positif, setelah belajar
ikhlas, aku jadi menemukan banyak alasan untukku mengapa berada di jalan ini.
Tentu saja, aku tidak hanya belajar
tentang ikhlas dan sabar. Banyak sisi lain diriku yang dalam masa perbaikan. Menjadi
lebih terbuka, mengurangi ego, belajar menoleransi, menjaga ucapan. Semuanya tidak
mudah. Tapi selama di kuliah inilah, dengan segala tantangannya, aku perlahan
belajar. Dan yah…ga cuma memperbaiki sikap sih haha, aku juga memperbaiki
penampilan sedikit. Percayalah, aku yang SMA sama sekali tidak peduli
penampilan. Paduan kaos biasa dan jaket sudah cukup keren bagiku. Pontianak
panas, susah pakai yang ribet. Masalah wajah juga biasa aja—soalnya kan SMA gak
boleh berlebihan haha. Dulu pergi ke mana-mana aku malas pakai masker, padahal
matahari menyengat. Mungkin karena saudara-saudaraku cowok semua, jadi aku
ketularan sama sikap mereka. Fyi, 90% jaket yang sering kupakai adalah hasil
jajahanku terhadap saudara-saudaraku.
Now I’m trying to be better. Tapi kaos dan
jaket tetap yang terbaik sih hahaha.
Aku jadi inget kutipan lain lagi 😊
"Be your best self, then I will be your best partner." – Ixora
Tunjukkan yang terbaik dari diri kita.
Maka alam pun akan memberikan yang terbaik. Yha, di Semester II, aku
memperbaiki diriku dari beberapa sisi. Sikapku, penampilan fisikku, dan banyak
lagi. Secara perlahan. Semua butuh waktu.
Ini kami, kepanitiaan di kampus. Enggak semuanya, hanya saja foto yang lebih lengkap agak gelap :') . |
Dan yang
ketiga, adalah tentang orang yang membuatku jatuh cinta. Hehe. Aku tidak tahu apakah aku akan menulis
sedikit atau banyak tentang ini. Dan mungkin agak alay, maafkan.
For a long
time, I had no expectations about my love life. Selama ini aku…menikmati kebebasanku? Aku
senang menjadi gadis independen yang sibuk dengan dunianya sendiri. Aku suka ke
mana-mana sendiri, berorganisasi, berkuliah, atau sekedar membangun dunia
khayalku untuk bermain-main di dalamnya. Bertahun-tahun mengabaikan rasa yang
satu itu. Tidak pernah lagi benar-benar serius dengan rasa itu.
Sampai kemudian aku bertemu dengan
laki-laki ini.
Perasaan itu tumbuh perlahan seiring kami
mengenal, tapi tetap buat aku kelabakan. Dan akhirnya aku menambah kesibukan
baru dalam hidupku—sibuk dengan perasaan. Wkwkwk. Kalian yang pernah
mengunjungi blogku mungkin menyadari ada beberapa postingan di blog ini
tentangnya.
Aku tidak tahu bagaimana cara
mendefinisikan perasaan tersebut. Silahkan cari di internet dan mungkin
semuanya benar.
Satu hal
yang terpenting bagiku, dengan banyaknya orang yang kutemui, banyak tempat yang
kulewati, banyak peristiwa dan kesempatan yang terjadi, aku sangat bersyukur bisa
bertemu seseorang ini.
Tentangnya? Kami bertemu dalam kepanitiaan
yang sama, bidang yang sama. Pernah sekelas di kampus—yang baru kusadari
setelah kami di kepanitiaan (sudah kubilang aku hidup dalam dunia sendiri, jadi
sering tidak menyadari sekitar). Pernah aku berpikir, dia mungkin seperti
Keenan-nya Kugy (jika kalian baca novel Perahu Kertas, kalian pasti paham).
Tapi semakin ke sini, aku menyadari hubungan kami bukan sesuatu yang bisa
disamakan. This is something new,
something different, something special. Kami adalah kami. Keenan dan Kugy
adalah mereka. Haha gue ngomong apaan ya. Yah yang jelas, sebuah hubungan tidak
akan bisa dibanding-banding, semua punya keunikan sendiri.
Orangnya seperti apa? Ada banyak sih
definisi yang bisa diberikan, a gentle one, lovely, friendly, a man with a cute
smile (Iya yang baik-baik aja disebut wkwk). But the best part is, dia tidak menarikku dari ‘dunia’ku yang aneh
ini, melainkan masuk ke dalamnya dan menemaniku. Dan tetap bersamaku saat aku harus
keluar dari ‘dunia’ itu untuk menghadapi kenyataan. Ya, selalu menemaniku.
Oke, pujian di atas kayaknya terlalu
puitis, bisa-bisa kalian yang baca merinding. Intinya sih, dia orang yang tahu
dan bisa meladeni kegilaanku—yang enggak keliatan di depan umum. Dia adalah
tempat aku menjadi diri sendiri dan enggak perlu tampil sempurna. He is
home, where I always feel comfortable and safe, a place that gives me love and
warmth. Rumah. Tempat kita selalu kembali.
Kok jadi puitis lagi ya. Wkwk. Padahal
kayaknya kami enggak sepuitis itu hidupnya. Sekedar informasi saja, aku sudah
menjadi korban dari banyak kejahilannya.
Nah, cerita tentang perasaanku dan tentang
dia saja udah panjang banget ya. Padahal belum disebut juga namanya, apalagi
segala prosesnya.
Biarlah sisanya di tulis dalam postingan
lain suatu saat nanti, atau mungkin hanya menjadi rahasia. Sekarang cukup
sampai di sini saja.
Haruskah aku masukkan quote juga untuk
kisah yang ini? Sepertinya tidak usah ya haha.
Tidak ada foto juga untuk yang ini :v
Tidak ada foto juga untuk yang ini :v
***
Itulah tiga hal yang mungkin paling besar
kurasakan dampaknya dalam diriku. Aku belajar banyak dari semua itu, memahami
banyak, dan bersyukur mengalaminya—meskipun ada bagian yang pahit. Tentu saja
sebenarnya ada banyak yang terjadi, lebih dari tiga hal itu. Banyak
kejadian-kejadian yang akan terlalu panjang untuk dijabarkan dalam satu
postingan.
Sekali lagi, cukup sampai di sini saja.
0 comments