Suatu hari di bulan Juli |
Halo Juli.
Mungkin bagi beberapa orang, bulan Juli
hanya sebuah nama setelah setengah tahun berlalu. Sebuah nama untuk bulan ke tujuh
tahun ini. Mungkin untuk beberapa orang lainnya lagi, bulan ini adalah bulan
mereka kembali bersapa dengan teman-teman lama setelah liburan.
Bagiku bulan ini adalah bulan paling
spesial, setelah bulan kelahiranku, setelah bulan kelahirannya. Bulan Juli
adalah bulan di mana suatu keputusan dilontarkan dan perjanjian diikat oleh dua
manusia canggung setahun lalu.
Mungkin orang-orang lupa atau bahkan tidak
perduli sama sekali dengan hari itu. Tapi aku ingat persis. Aku ingat ketika
seseorang menghubungiku meminta untuk bertemu. Aku ingat ketika aku tersenyum
lebar menatap pesan itu, mengabaikan teman-temanku yang sedang mengoceh seru.
Ketika harapan dan kebingungan memenuhi
hati.
Ketika keyakinan dan keraguan menyatu.
Dan ketika pertemuan itu akhirnya tiba.
Saat aku tidak tahu apa yang seharusnya aku lakukan. Saat jantungku berdegup
tanpa alasan dan tidak ada acara untuk menenangkannya.
Aku melihatnya berjalan menghampiriku. Masih
jelas diingatanku tentang kecanggungannya hari itu. Kami berbicara dan tertawa,
dan mencoba mengarahkan pembicaraan ke tujuan sebenarnya pertemuan kami, dan
tertawa lagi. Siang itu kami benar-benar penuh tawa.
Tidak ada romantis-romantisnya.
Tapi yang penting, apa yang ingin
tersampaikan akhirnya tersampaikan. Apa yang ingin diungkapkan akhirnya
terungkapkan. Hilang semua resah dan kegalauan.
Perlahan. Perlahan sekali kami mencoba
saling mengenal. Membiasakan diri dengan kepribadian yang berbeda. Mencoba
menerka jenis makanan favoritnya. Mencoba mempelajari apa yang disukai dan
tidak disukainya. Memperbaiki diri untuk menyesuaikan diri dengannya.
Memangnya untuk apa terburu-buru?
Kami berencana melakukannya perlahan, tapi
toh waktu terus melaju. Waktu, yang melesat melewati teriknya siang saat kami
sibuk mengejar mimpi dan tidak sempat berpas-pasan. Atau singgah di dinginnya
malam dan bercengkrama berdua. Di tengah perginya semua detik itu, kita menyusun
waktu berkualitas dengan mencoba mencicipi makanan baru, atau sekedar pergi
jauh untuk menikmati pemandangan.
Akhirnya Juli kedua tiba.
Kami adalah dua orang dengan kepribadian
yang berbeda. Aku yang lebih senang bercanda, dia yang selalu serius. Aku yang
sangat suka kucing, dia yang menghindarinya. Aku yang menanam banyak keraguan, dia
yang selalu menumbuhkan kepercayaan diri. Dia yang selalu memakai logika, aku
yang kehabisan logika untuk berdebat. Tapi suatu waktu dia juga yang terlalu
peka dengan kode yang paling halus.
Tapi toh kami bisa sampai pada Juli kedua.
Bukannya berarti semudah itu. Ada juga malam-malam sepi di mana kami berdua
terasa sangat jauh walaupun rumah kami hanya sepelemparan batu jaraknya. Ada hari-hari
di mana aku tidak bisa menghubunginya dan ia juga enggan menghubungiku. Ada
waktu di mana kami memilih diam sebagai tameng terbaik. Ada juga momen di mana kami
ingin memenangkan ego dan mengeluarkan semua argumen untuk menyerang.
Semua ada masanya.
Siapa juga yang menyangka di bulan Juli lalu
aku bisa memutuskan menjalin langkah bersama sedangkan sebelumnya aku bertekad
bersenang-senang sendiri?
Memang hati manusia itu tidak bisa
ditebak.
Semoga saja kami sama-sama kuat untuk
tetap melangkah ke arah yang sama.
No pain, no gain. Tapi jangan lupa
bahagia.
Trims, Juli.
0 comments