Takdir Itu Ada

By Sheren - Wednesday, October 18, 2023

 Ah mantap judulnya bagus banget

Sebenarnya aku bingung mau memulai dari mana karena ada banyak sekali yang mau aku ceritakan dan bersinggungan dengan 'takdir' HEHEHE. Tadinya mau mulai nyeritain dari aku lahir tapi kayaknya bakal kepanjangan.

Jadi aku bakal skip ke tahun 2022. 

.

.

.



Atau tahun 2023 aja kali. Jadi di awal tahun 2023 aku sempat menulis tentang mengerikannya tahun 2022 dan bagaimana aku sangat optimis untuk tahun 2023. Ada banyak keluhan-keluhan dan resolusi-resolusi di sana. Ketika membaca kembali setelah 8 bulan kemudian, aku banyak tertawa.

Pertama, di tulisan lama tersebut aku secara khusus mengeluhkan Jakarta. Aku merasa asing dan kesepian di kota tersebut, yang bagaimana hanya dalam 6 bulan di kota tersebut bisa membuatku mempertanyakan takdir yang diberikan Tuhan kepadaku. Meskipun judul besarnya 'bekerja', namun sejujurnya aku lebih banyak 'belajar' di sana. Tidak hanya belajar bagaimana bisnis di kota metropolitan bekerja, aku juga belajar banyak tentang hidup.

Nah, jika 8 bulan lalu aku mengeluhkan Jakarta, anehnya hari ini aku justru berada di Jakarta kembali! Tapi kali ini dengan perasaan yang jauh lebih lapang dan membawa harapan yang besar. Ketika balik awal bulan Januari lalu aku sudah bertekad tidak mau menyentuh kota ini lagi, mana ada terpikir sama sekali aku akan berada di sini hanya berjarak beberapa bulan.

Ketika di sinilah, meskipun baru semingguan, aku (secara sok tahu) memahami apa sebenarnya alur takdir dalam hidupku. Sangat cocoklogi dan cocok banget, setidaknya sampai seminggu di sini, gatau bulan depan, mungkin ngeluhin lembur HAHAHA.

Aku itu dulu banget pas lulus SMA, pernah mencoba daftar STAN, tapi gagal. Waktu itu aku merasa kecewa sekali dan mempertanyakan apa arti hidup ini kalo ga masuk STAN. Tapi pas masuk kuliah, aku malah dapat Beasiswa Unggulan (thanks to Kemendikbud) yang nominalnya luar biasa hingga tidak hanya membiayai kuliahku tapi juga kuliah adikku. Itu jalan takdir pertamaku.

Lulus kuliah, aku langsung dihadapkan pada pembukaan CPNS besar-besaran, tapi gagal di tahap paling-paling-paling terakhir yakni wawancara, hanya karena sesuatu yang konyol. Menyedihkan sekali terutama karena ga semua instansi yang mengadakan wawancara dan aku kena apes dapat wawancara, gagal pula. Enam bulan kulewati dengan perasaan sia-sia. Kembali bertanya-tanya takdir.

Gagal CPNS, aku langsung melamar di tempat lain, melewati wawancara dengan baik, dan dapet offering untuk 2 tahun. Tapi begitu membaca kontraknya aku merasa mual. Ada hal-hal seperti penahanan ijazah, denda, dan bahkan larangan melamar kerja di tempat tertentu yang artinya berlaku seumur hidup! Dengan penuh penyesalan sekaligus kelegaan, aku menolak offering tersebut.

Aku mencari lagi, dapat tidak lama kemudian. Sebuah perusahaan ekspor. Ternyata perusahaan keluarga. Benar-benar pekerjaan pertama yang menantang dan penuh drama tapi juga penuh pembelajaran. Menjadi satu-satunya Finance&Accounting yang artinya sama aja aku stafnya aku juga kepalanya, bikin ngelus dada tiap hari. Tapi di sini belajar banyak sekali tentang Ekspor, Finance dan Accounting, membuatku banyak menggunakan ilmu kuliahku dan terutama menumbuhkan kembali minat untuk belajar, membuatku berpikir bahwa mungkin aku harus mengambil pelatihan dan lain-lain karena tanggung-jawab yang begitu besar. Itu adalah jalan takdir keduaku.

Kemudian, aku ditawarkan untuk 'ikut' ke Jakarta. Inilah yang sampai hari ini masih jadi momen paling kena mental dalam hidupku. Ya. Aku sibuk. Aku keliling Jabodetabek. Pagi di Jakarta Barat, siang Jakarta Utara, sore di Bogor, malam di Jakarta Barat lagi. Ya. Aku masuk kantor-kantor mewah. Gedung-gedung pencakar langit. Ya. Aku ketemu orang-orang hebat, pejabat-pejabat besar yang dulu cuma bisa aku bayangkan saja dan kulihat di TV. 

Tapi aku kosong.

Karena posisiku saat itu bukan di depan. Aku hanya berada di belakang. Bukan sebagai 'aktor', tapi hanya sebagai 'pengamat'. Makin lama aku bertanya-tanya mau kemana karirku jika aku berdiri di sana? Akhirnya aku pulang, kembali ke rumah orangtua dengan tangan kosong. Mencoba kembali mempelajari ilmu kuliahku, salah satunya dengan ikut Brevet Pajak.

Itu adalah jalan takdir ketigaku.

Hal yang tidak kusangka adalah, ternyata tiga takdir yang tadinya menurutku penuh dengan rasa lelah fisik dan mental itu ternyata terjalin dengan baik dan membawaku pada takdir keempat yang baru seminggu ini.

Gila emang sok tau banget ya baru seminggu udah ngomongin takdir.

Aku tidak lulus STAN, supaya aku berkuliah di Pontianak dengan biaya lebih ringan karena mendapat Beasiswa--kemudian bekerja di Pontianak agar setidaknya mendapat pengalaman bagaimana caranya bekerja. Di situ aku kembali merefresh ilmu Akuntansiku, tidak kagok menggunakan MCM (Mandiri Cash Management), belajar menghadapi keadaan perusahaan yang riweuh dan atasan yang saling bertolak belakang. Kembali belajar jurnal dan hal-hal lainnya. Selanjutnya, aku pergi ke Jakarta dengan segala pengalaman yang menekan, agar suatu hari aku bisa kembali dalam keadaan siap! Aku jadi tahu caranya naik pesawat sendiri (ga pernah cuy sebelumnya, selalu ditemenin haha), berani naik kereta sendiri, TJ sendiri, semua serba sendiri karena sudah sedikit banyak paham seperti apa Jakarta. Tahu manner di kondisi dan tempat yang berbeda-beda. Ada cukup banyak sisi kehidupan di Jakarta yang pernah kudatangi sehingga fokusku kemudian hanyalah pada pekerjaanku, bukan tekanan kota itu sendiri. Aku sempat gagal dan pulang, agar aku mempersiapkan diriku lebih matang. Tentang ilmu yang harus dipakai dalam bekerja, tentang bersosialisasi.

Terimakasih, Tuhan. No pain no gain ternyata benar adanya. Meskipun aku masih harus banyak berjuang mengejar ketertinggalan (aku merasa tempo kerjaku masih lambat dan masih harus banyak belajar kondisi perusahaan), namun ini seperti hadiah dan hiburan.


Hari ini, jika teman lamaku datang ke tempatku bekerja sekarang, mungkin mereka akan mengernyit melihatku. Mungkin mereka akan merasa salah melihat orang.

Di mana 'Sherenanda yang dulu?'

Aku yang penakut dan pemalu. Aku yang jika perlu tidak usah berbicara 24/7. Aku yang jarang tersenyum kecuali pose depan kamera dan di antara teman-teman terdekat. Aku yang menyendiri dan pernah tidak perduli penampilan asal nyaman aja (Pontianak panas). Aku yang temannya itu-itu saja. 

Ternyata orang kalau mau berubah memang bisa ya.

Cukup penasaran dengan takdir ke depannya, tapi semoga semakin dan semakin baik. Semoga serangan mental yang lalu-lalu tidak usah terulang lagi. Semoga aku bisa mempertahankan keberanianku seperti hari ini. 

Cuma mau bilang, manifesting kehidupan itu penting sekali. Aku merasakannya sendiri. Tepat di tahun baru 2023 aku merasa 'aku harus optimis tahun ini akan menjadi tahun yang baik' dan itu menjadi kenyataan. 

<3

note: postingan ini ditulis seminggu setelah bekerja atau sebulanan lalu.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments