Cerpen (Hitler) : Kisah Terakhir

By Sheren - Sunday, June 11, 2017

https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Fi.telegraph.co.uk%2Fmultimedia%2Farchive%2F03074%2FPD4290998_Adolf-Hi_3074737b.jpg&imgrefurl=http%3A%2F%2Fwww.telegraph.co.uk%2Fculture%2Fbooks%2F11165627%2FAdolf-Hitler-sex-life-Eva-Braun.html&docid=qHsgz4-Jl4ORvM&tbnid=4zs0StrDNAU4tM%3A&vet=10ahUKEwj_xbX85LXUAhUBrJQKHdWfDS4QMwglKAAwAA..i&w=620&h=387&bih=651&biw=1366&q=hitler%20eva%20braun&ved=0ahUKEwj_xbX85LXUAhUBrJQKHdWfDS4QMwglKAAwAA&iact=mrc&uact=8
Hitler & Eva Braun


Belgia, 30 April 1945,

Ketegangan menggantung di langit negara Jerman. Gemuruh pertempuran terus berlanjut tanpa jeda. Seringkali di sela-sela pertempuran, ketika tentara Sekutu memasuki wilayah kamp konsentrasi untuk menyelamatkan korban yang tersisa di negara genosida ini, aroma busuk dan amis darah yang memuakkan akan menelusup ke dalam penciuman mereka, disertai bibit-bibit penyakit yang begitu berbahaya. Namun para tentara berusaha tetap bertindak profesional, mereka dengan sigap mengangkut siapa saja yang masih hidup untuk dibawa ke tempat yang lebih aman dan bersih. Sebenarnya cukup sulit untuk membedakan mana yang sudah menjadi mayat dan mana yang masih hidup—keduanya sama-sama hanya tulang berlapis kulit, mata cekung menonjol dengan tatapan kosong, dan tidak bergerak.  Tetapi meskipun membutuhkan waktu, akhirnya seluruh misi penyelamatan itu tuntas. Mereka yang sudah mati dikubur secara massal dalam lubang besar. Sebagian besar kamp konsentrasi dibakar agar bibit penyakit yang muncul dari tempat yang sangat tidak sehat itu tidak menyebar dan menambah masalah baru. Perang sudah cukup buruk tanpa harus ditambah dengan epidemi mematikan.

Jauh dari hingar-bingar itu, Adolf Hitler duduk dengan gelisah di sebuah ruangan di Führerbunker, tempat dia telah tinggal sejak Januari lalu. Berada di seberangnya adalah istrinya, sedang menatapnya tenang.

Ruangan itu di penuhi arsip-arsip masa pemerintahannya. Foto-foto masa jayanya terpampang di sepanjang dinding. Bagian terfavoritnya bukanlah potret yang menampakkan dirinya, melainkan saat-saat pemusnahan kaum Yahudi, Gipsi, dan orang-orang non-Arya lainnya. Beberapa dari foto itu memperlihatkan anak-anak kecil yang menjadi subyek medis para dokter. Mereka sangat kurus dan tidak mengenakan busana apapun. Lalu di sisi lain ruangan, foto-foto dalam bingkai itu memperlihatkan para korban yang dipotret di detik-detik terakhir sebelum ditembak, digorok dengan gergaji ataupun dimasukkan ke dalam kamar gas. Beberapa orang akan menganggap sistem yang dibentuk ini kejam, tetapi menurut Adolf, kematian yang mereka dapat itu setara dengan perbuatan kotor mereka selama ini.

https://www.google.co.id/imgres?imgurl=https%3A%2F%2F1.bp.blogspot.com%2F-5ZQ22KI-ivM%2FWI07NmVt_DI%2FAAAAAAAAp_c%2FiDWs12WrgvUWRUe_ug5y45iE_boXD4N0QCLcB%2Fs640%2FHolokaus-3.jpg&imgrefurl=http%3A%2F%2Fwww.wowmenariknya.com%2F2017%2F01%2Ffoto-foto-horor-pembantaian-holokaus-yang-langka.html&docid=Yb3gCFjHna9F3M&tbnid=YbHdmcTqF_xuPM%3A&vet=10ahUKEwiUg7Sq5LXUAhVIJZQKHbekAmoQMwghKAAwAA..i&w=604&h=488&bih=700&biw=1366&q=holokaus&ved=0ahUKEwiUg7Sq5LXUAhVIJZQKHbekAmoQMwghKAAwAA&iact=mrc&uact=8
Holokaus


Program ini dilakukan secara sistematis, telah direncanakan jauh-jauh hari. Data-data target mereka sudah dikumpulkan sejak lama, dengan terperinci dan tanpa cela. Setiap yang mati maupun yang hidup akan dicatat. Pelaksanaannya akan didokumentasikan, menjadi kenangan tak terlupakan bahwa pernah ada seorang Hitler yang berusaha keras untuk memurnikan kembali bangsanya. Tidak pernah ada seorangpun, sebelum ini, yang berhasil mencapai titik puncak kesuksesannya dalam menanggulangi keterpurukan ras Arya. Solusi terakhir, itulah yang disebut dan dipercayainya. Dirinya telah membuktikan, bahwa Jerman bercahaya begitu terang ketika para Yahudi tersebut disingkirkan, dibawa ke tempat yang lebih baik bagi mereka, neraka.

Adolf berdiri, menatap salah satu potret yang berbingkai. Dia masih ingat jelas kapan dia mulai menyadari bahwa Yahudi adalah pengacau. Kekeraskepalaan ayahnya untuk menentang cita-citanya menjadi seorang pelukis telah membuatnya terdampar di Wina.  Di sanalah dia mulai mengenal dan bersikap antisemitisme. Kemudian kemarahan serta kejijikan terhadap Yahudi semakin kuat menancap dalam hatinya sejak pengkhianatan kaum kotor itu di Perang Dunia I, yang membuat Jerman terjajah oleh Perjanjian Versailles.

Dilandasi oleh pemahaman itu, maka dia memutuskan memulai karier di militer dan politik. Berjuang memerangi ketidakadilan yang menimpa Jerman. Kesulitan demi kesulitan yang menghadang ditabraknya dengan berani. Kudetanya yang gagal sekitar dua puluh tahun lalu hingga dia di penjara tidak membuatnya putus asa.  Dirinya malah mencoba mencari dukungan rakyat dari dalam penjara lewat buku yang ia tulis, Mein Kampf. Buku tersebut akhirnya memersatukan rakyat Jerman oleh satu pemahaman, memberinya hak penuh untuk mengatur mereka.

Di bawah kepemimpinannya, kekuasaan partai Nazi meluas dengan luar biasa, dan pada tahun-tahun yang singkat itu, dia telah melebihi harapan semua orang dengan menguasai hampir seluruh tanah Eropa dan Afrika Utara. Bahkan lewat kebijakannya, tidak kurang dari sebelas juta orang non-Arya, termasuk Yahudi, orang Gipsi, Polandia, orang cacat, dan komunis telah tersingkirkan. Tidak lagi mengganggu.

Adolf melirik sekilas Eva Braun—istrinya, dan sejenak perasaan sesak memenuhi dirinya. Mereka baru menikah dua hari lalu, tetapi masalah demi masalah sudah mengusik mereka. Untunglah istrinya begitu setia sehingga sama sekali tidak keberatan.

Dari jauh terdengar ledakan. Tampaknya Angkatan Darat Merah semakin dekat. Tidak seperti biasanya, Adolf kali ini tampak tidak perduli. Dia tetap tenang menatap satu-persatu bingkai. Mengenang masa lalu.

https://www.google.co.id/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fupload.wikimedia.org%2Fwikipedia%2Fcommons%2Fthumb%2F1%2F10%2FBundesarchiv_Bild_183-S33882%252C_Adolf_Hitler_retouched.jpg%2F230px-Bundesarchiv_Bild_183-S33882%252C_Adolf_Hitler_retouched.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki%2FAdolf_Hitler&docid=OWareo2kuTSnjM&tbnid=aEbHYgLRe8HXNM%3A&vet=10ahUKEwjbkO-L5LXUAhVJpJQKHde3Cm8QMwgmKAEwAQ..i&w=230&h=364&bih=700&biw=1366&q=hitler&ved=0ahUKEwjbkO-L5LXUAhVJpJQKHde3Cm8QMwgmKAEwAQ&iact=mrc&uact=8


Adolf sadar, dirinya adalah kekuatan tunggal luar biasa di Jerman, seorang penakluk dunia. Sebagian besar masyarakat Jerman telah tulus mendukungnya. Dia telah sanggup memangkas angka pengangguran dan memicu perbaikan ekonomi. Berbagai penaklukan telah memperluas wilayah Jerman. Sejarah gemilang ini tidak akan ada tanpanya.

Bertahun-tahun keberhasilan terus menghampirinya. Dia tidak menyadari bahwa ada cacat dalam rencana yang disusunnya. Pertempuran Stalindgrad dua tahun lalu adalah kekalahan yang terburuk dan paling memalukan, menjadi titik balik dari semua kemenangan Jerman. Mereka sama sekali tidak bisa bangkit setelah pertempuran itu. Kemudian baru seminggu  lalu, para anak buahnya memutuskan untuk bertindak bodoh dengan mengkhianati perintahnya untuk melakukan serangan Steiner. Para komandannya itu telah menerima semburan amarah mengerikan darinya—sekaligus kepastian mengenai berita buruk yang tidak mereka inginkan, bahwa Jerman telah sepenuhnya kalah. Kepasrahan menaungi wajah-wajah komandannya saat itu. Mereka telah menduga sejak lama, meskipun tidak ingin mengakuinya. Kekalahan adalah kenyataan menyakitkan, terutama setelah mereka begitu banyak berkorban.

Dan tepat hari itu juga, di antara berita-berita buruk yang mengubur kejayaan Jerman, Adolf mengambil sebuah keputusan yang akan merubah takdirnya.

Adolf melangkah kembali ke mejanya. Tepat di atas meja tergeletak sebuah pistol. Pelan, tangannya terjulur ke pistol itu, mencoba menelusuri tiap bagian pistol dengan jari-jarinya.

Bergetar. Jari-jarinya bergetar. Selama 56 tahun hidup, ini pertama kalinya dia mendapati jari-jarinya gemetar ketika menyentuh pistol. Jantungnya untuk pertama kali dalam ingatannya juga berdetak lebih cepat dan kuat, tanpa ampun, dipenuhi oleh rasa takut.

Dia telah kehilangan rasa takutnya sejak lama. Dia telah lupa bagaimana rasa itu. Dalam Perang Dunia I, dia selalu berada di belakang garis depan. Dia telah terluka dalam perang-perang, dan diberi penghargaan oleh segenap keberaniannya. Percobaan pembunuhan pada Plot 20 Juli sama sekali tidak membuatnya menjadi pengecut yang bersembunyi di dalam lemari. Daripada merasa takut, justru dialah sosok yang membuat orang lain gentar. .

Namun hari ini, ketika kekalahan Jerman telah di depan mata, akar-akar keberanian itu tercabut, dan sebagai gantinya tertanam perasaan baru. Rasa takut.

“Kita tidak perlu melakukannya,” bisik sebuah suara anggun di belakang Adolf. Dia berbalik demi mendengar suara itu dan mendapati istrinya telah berada di belakangnya, memerhatikan tangannya yang gemetar, “Mungkin masih ada kesempatan untuk pergi, jauh dari Jerman, bersembunyi dari Angkatan Darat Merah,”  selagi mengatakan itu, jari-jari Eva  Braun memainkan kapsul Sianida miliknya.

Meine liebe[1], Eva, aku telah bersembunyi di tempat perlindungan ini selama beberapa bulan dan aku merasa malu. Aku tidak akan sembunyi lagi. Lagipula Berlin telah dikepung sepenuhnya. Sekarang kembalilah ke tempatmu dan biarkan aku menyelesaikan semua masalah ini,” Adolf berbalik, dahinya mengernyit.

Dia tidak akan menyerahkan dirinya sama sekali kepada tentara Uni Sovyet, Angkatan Darat Merah. Para bedebah dari negeri asing itu sama sekali tidak mengerti tanggung jawab berat yang ditanggungnya. Dia, Adolf Hitler, adalah pemimpin Jerman. Dia telah bercita-cita untuk memurnikan rasnya dari kaum Yahudi dan bersikeras agar ras Arya, ras paling suci dan sempurna, yang akan memimpin dunia.

Jika dia tertangkap, orang-orang yang tidak paham itu akan menuntut pertanggungjawaban atas kematian lebih dari sebelas juta orang. Mereka akan menuduhnya sebagai pembawa bencana. Mereka tidak akan membiarkannya hidup cukup lama, tetapi juga tidak akan rela dia mati terlalu cepat. Orang-orang itu akan membunuhnya secara perlahan. Dia tidak dapat membayangkan betapa malunya dia, setelah melakukan semua pekerjaan suci demi negaranya, justru diakhiri oleh tertangkapnya dia di tangan musuh dan dianggap bersalah. Lebih baik dirinya mati di tangannya sendiri tepat sebelum Jerman secara resmi menyerah terhadap Sekutu dan dihormati orang-orang waras sebagai pahlawan yang pernah memiliki cita-cita untuk mewujudkan kejayaan ras Arya, untuk menguasai dunia, daripada tertangkap dan dianggap bersalah.

Seluruh pikiran itu membuat Adolf merasa lega. Dia menyeringai tipis, keberanian sekali lagi melingkupinya. Dengan tangkas Adolf mengambil pistol tersebut.

Siang itu terik. Pertempuran jalanan yang sengit terjadi di Belgia. Suara ledakan terdengar di mana-mana. Angin membawa aroma busuk dan amis darah, tetapi tidak lagi berasal dari para korban holokaus, melainkan dari para prajurit yang mati. Adolf telah memerintahkan pasukannya untuk bertempur mempertahankan Belgia apapun yang terjadi.

Namun detik itu, di Führerbunker, para penjaga yang sedang bertugas tidak memfokuskan diri pada ledakan-ledakan pertempuran di luar sana. Mereka semua berkonsentrasi penuh untuk mendengar suara dari dalam ruangan yang sedang mereka jaga. Menunggu. Bersiap melaksanakan tugas terakhir.

Semua komandan, penjaga, dan terutama istrinya, telah tahu keputusan yag dibuatnya, dan mereka sedang menanti. Entahlah apa yang dipikirkan mereka. Senang, sedih, atau malah tidak peduli.

Adolf menatap pistol di tangannya lekat-lekat, lantas menodongkan pistol itu ke kepalanya. Sekali lagi dia menyeringai, siap menjemput takdir.

Hari itu di Belgia, di selingi suara gemuruh pertempuran, terdengar letusan tembakan pistol dari dalam Führerbunker. Hanya sekali, tetapi cukup untuk menyentak seluruh penjaga yang bergegas membuka pintu ruangan, cukup untuk membuat istrinya berani menelan kapsul sianida, dan pada akhirnya, cukup untuk membuat seluruh dunia lega ketika mendengar berita itu.

Hari itu, Adolf Hitler telah mati.




[1] Sayangku



***

Cerita di atas di buat karena tugas SMA kelas 2. Kisah disuruh buat cerita tentang tokoh terkenal di dunia--berdasarkan data yang ada. Aku tertarik sama Hitler karena kebetulan beberapa lama sebelumnya aku sempat menghabiskan waktu untuk membaca mengenai holokaus, dan hal hal lain yanng berhubungan dengan Hitler. Aku bahkan sempat membaca bukunya, Mein Kampf, meskipun enggak selesai karena buku itu ada di perpustakaan dan aku enggak ada kartunya hehe. Yah, awalnya aku ingin menulis tentang kekejamannya dalam holokaus, namun karena enggak ada titik temu sama endingya dan kayaknya bakal terlalu panjang, akhirnya akupun membuat seperti yang di atas. 

Tentu saja, meskipun sudah seberusaha mungkin menyesuaikan dari data, cerpen di atas tetaplah fiksi yang tak bisa dipercayai hehe. 

Ngomong ngomong, aku tahu cerita di atas parah banget._.v , maafkan daku. Maaf atas kejelekan gaya bahasa dan alurnya._.

  • Share:

You Might Also Like

2 comments

  1. Ada yang nyontek cerita ini untuk tugas sekolah. Emang beberapa bagian ada yang dihilangkan, tapi tetap saja kan itu plagiarisme?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah siapa itu? :"( iya itu plagiarisme. Sedih banget dengernya :"(

      Delete