Film Reviews : Jenderal Sudirman

By Sheren - Sunday, September 06, 2015



Sutradara : Viva Westi
Produser : Handi Ilfat, Sekar Ayu Asmara
Penulis Naskah : Tubagus Deddy
Pemain :
Adipati Dolken, Ibnu Jamil, Mathias Muchus, Baim Wong, Nugie, Lukman Sardi, Annisa Hertami, Landung Simatupang, Henky Solaiman


Sinopsis :
Film Indonesia berjudul “Jenderal Soedirman” ini merupakan film yang bercerita tentang biografi tokoh Jendral Soedirman yang dikisahkan pada tahun 1946 hingga 1949. Pada saat itu, Belanda menyatakan secara sepihak sudah tidak memiliki kaitan dengan perjanjian Renville serta penghentian gencatan senjata.
 19 Desember tahun 1948, Jendral Simons Spoor seorang Panglima Tentara Belanda memimpin agresi militer ke 2 untuk melakukan penyerangan ke Yogyakarta yang pada saat itu sebagai ibukota Republik. Saat itu, Presiden dan Wakil Presiden Soekarno-Hatta ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. 
 Jendral Soedirman melakukan sebuah perjalana menuju arah selatan dan memimpin perang gerilya hingga tujuh bulan, meskipun saat itu Beliau sedang didera sakit berat. Saat itu juga, Belanda menyatakan Indonesia sudah tidak ada. Jendral Soedirman dari kedalaman hutan menyerukan dan menyatakan bahwa Republik Indonesia masih ada dan tetap kokoh berdiri bersama para tentara nasionalnya yang kuat. 
 Dengan adanya Jendral Soedriman dan para tentara nasional serta pejuang Indonesia, Jawa menjadi lautan perang gerilya yang luas hingga membuat Belanda kehabisan logistik dan waktu. Hingga akhirnya terjadi perjanjian Roem-Royen, Belanda pun mengakui kedaulatan Republik Indonesia secara utuh.


**
Malam minggu kemaren, tiba-tiba aja aku diajak nonton film Jenderal Sudirman.

Malam minggu nonton film sejarah.

Yaudahlah, tonton aja, mumpung juga. Mumpung gratis. Mumpung ada waktu.

Telat beberapa belas menit. Jadi aku gak tahu apa isi lima belas menit pertama. 

Langsung ke inti aja deh ya, seperti yang di sinopsis, film ini mengkisahkan tentang Jenderal Sudirman selama perang gerilya melawan tentara Belanda, tentang agresi militer 2, tentang tentara komunis, dan tentang pengasingan Soekarno Hatta.

Kelebihan film ini? Jelas dari tema yang diangkat pun sudah menjadi kelebihannya : Riwayat Jendral Sudirman. Dari film inilah, orang-orang bisa tahu sejarah Indonesia setelah kemerdekaan, bagaimana sulitnya mempertahankan kemerdakaan yang sudah kita raih. Indonesia menjadi pecah belah, yang satu ingin berunding, yang satu ingin perang. Yang satu 'berkompromi' sama Belanda, yang lainnya ingin mengusir Belanda.

Yang paling aku suka adalah pengambilan gambarnya, setting tempatnya. Subhanallah. Indah banget. Pegunungan, danau. Matahari terbit, tenggelam. Pokoknya perjalanan Jendral Sudirman itu membawa kita ke berbagai tempat yang mencengangkan. Aku tidak menyangka di belahan lain di Indonesia benar-benar ada tempat yang 'secantik' itu. Semoga saja suatu saat nanti aku bisa ke tempat-tempat itu (Amiin).
Akting para aktornya juga patut diacungi jempol, walau kadang-kadang menurut aku ada hal-hal yang agak berlebihan. Mungkin dijaman dimana mempertahankan kemerdekaan itu sedang seru-serunya, sikap rakyat Indonesia emang begitu.


Kekurangan? Ah, kurasa, kekurangan awal yang tampak itu adalah kurang pasnya pemeran yang dipilih untuk memerankan para tokoh-tokoh film. Contohnya aja pemeran Soekarno dan (bahkan) Jendral Sudirman. Masih terlalu muda! 
Emang, masa-masa jaya Jendral Sudirman sama Presiden Sukarno kan pas masih muda. Tapi menurutku yang main malah jauh lebih muda lagi. Akting Adipati Dolken dalam memerankan Jendral Sudirman sih jangan ditanya, bagus banget, menjiwai banget, tapi tetap aja, wajahnya terlalu muda. Itu adalah wajah orang yang baru beranjak dewasa, bukannya sosok yang 'sudah matang', beda ah sama Jend. Sudirman asli. Baim Wong malah kalah sama Adipati, dari wajah udah jauh beda, dan aktingnya enggak ada wibawa sama sekali, eh, kurang deh, kurang wibawa.

Kekurangan lain yang sebenarnya agak memalukan adalah efek animasi pas pengeboman. Tahu kan, pas jaman perang banyak bom-bom yang dijatuhkan. Aduh, Indonesia. Bertahun-tahun enggak berubah. Efeknya jelas banget, enggak real. Murahan. Efek yang bisa dengan mudah kita dapatkan di channel Indos*ar. Ckckck, ini kan film, bukannya sinetron, film sejarah lagi. Harusnya bagus, tapi jadi jelek gara-gara efek ledakan yang bikin geli, bukannya kaget, terperangah. Aku benar-benar berharap, kalau ada film sejarah lain yang menyertai pengeboman, efeknya lebih bagus.

Oh ya, alur film ini juga sebenarnya flat, kurang menegangkan, padahal perang. Jalan ceritanya mudah ditebak. Bahkan kita tahu, "Oh ini, pasti sebentar lagi ketemu sama Belanda, ditembak, terus mati." , atau, "Yang ini pasti selamat, pasti nanti jadi salah satu orang penting," . Jalannya itu-itu aja, ke hutan, nembak, ke rumah warga, sembunyi, ketahuan, lolos. Ke hutan, nembak, ke rumah warga, sembunyi, ketahuan, lolos. Ke hutan, nembak, ke rumah warga, sembunyi, ketahuan, lolos. Yah, mau gimana lagi sih, namanya juga perang gerilya ya. Tapi coba kek, jalan ceritanya diperkaya sedikit dengan kejutan-kejutan. Bukannya semudah itu ditebak. Itu durasi dua jam tapi yang di dapat itu-itu aja. Kalo mau dibandingin, saya lebih suka film Soekarno, yang udah pernah difilmkan sebelum ini. 

Ehem. Masing-masing film emang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. 

Overall, I liked it. Biar gimanapun film ini tetap bagus. Ditonton dua atau tiga kali bagi saya juga enggak masalah, karena memang 'menyenangkan' . Walaupun ya, walaupun, kalian yang punya pacar jangan ngajak pacar kalian malam mingguan dengan nonton film ini, karena bisa aja kalian diputusin. Ada dua alasan yang mungkin menyebabkan kalian bakal diputusin: 1. Kalian (buat cowok) kalah ganteng sama pemeran-pemeran di film ini. 2. Nonton film ini malam-malam kurang lebih kayak denger orang menyenandungkan lagu ninabobo, bikin ngantuk.

Aktor favorit saya di film ini : IBNU JAMIL ! Pemeran Kapten Tjokropranolo a.k.a Nolly. Ganteng banget Ya Tuhan :'3 . Jendral Sudirman lumayan sih, tapi mukanya kuyu, lagi sakit sih ya. Wajahnya ngerut terus. 

Kapt. Nolly.
Cih. Terlalu tampan. Mimisan aaaa mimisaan.
Yang ini Jendral Soedirman.

***
Catatan singkat yang enggak ada hbungannya sama sekali dengan film, sepulang dari menonton, dalam perjalanan pulang kami singgah ke salah satu 'tempat makan'. Aku baru pertama kali ke tempat itu dan tempatnya bagus banget. Mengambil tema yang simpel,gabungan antara taman dan sesuatu yang klasik. Cocok untuk bersantai menghabiskan waktu seharian, sambil membaca, atau sekedar merenung. Bener-bener memberi aku ide untuk membuat cerita baru! Udah lama sekali aku mengidam-idamkan sebuah tempat yang nyata, yang cocok untuk dijadikan latar cerita. Akhirnya ketemu juga!

  • Share:

You Might Also Like

0 comments