Judul Buku : Alice's Adeventures in Wonderland
Penulis : Lewis Carroll
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 137 halaman
Alice, yang sedang duduk bersama kakaknya, merasa bosan. Maka ketika seekor kelinci putih lewat tergesa-gesa sambil melihat jam sakunya, Alice mengikutinya, dan dimulailah petualangan Alice di Negeri Ajaib--negeri yang penuh makhluk aneh dan eksentrik. Alice bertemu sang Duchess dan kucingnya yang bisa bicara, Tukang Topi dan Kelinci Maret yang sibuk dengan jamuan teh mereka, si Kura-kura Palsu yang menceritakan kisah hidupnya, dan banyak lagi lainnya.
Kalian pasti tahu kisah Alice. Mungkin sudah membacanya, mungkin juga tahu lewat filmnya. Dulu, duluuuu sekali, saya hanya sekedar mendengar kata Alice's Adeventures in Wonderland; Alice in Wonderland. Saya waktu itu tidak terlalu tertarik. Kemudian saya menonton film Alice karya Tim Burton yang sangat...menggunggah. Saya mencari ebook versi Indonesia-nya, tetapi enggak ketemu. Nyari di toko buku, enggak ketemu. Jadilah buku ini terlupakan sementara dari memori...
Lalu--bukti bahwa jodoh enggak kemana--saya ketemu ini dongeng terpajang begitu saja di toko buku. Yaudah, gaet aja.
Setelah menonton Alice nya Disney itu, saya kira dongeng Alice in Wonderland adalah bacaan yang sangat segar dan menyenangkan. Penuh dengan warna-warni dunia ajaib..
Tapi sumpah. Saya enggak ngerti kenapa buku ini disebut dongeng. Ceritanya itu loh, suram. Bayangin kita terperosok ke jurang, dibawahnya tumbuh pohon-pohon tinggi, gelap, menutupi sinar matahari, dan di jurang itu banyak makhluk gila.
Mungkin itu yang membuat petualangan Alice ini terkenal; banyak makhluk jadi-jadian yang semuanya gila.
Serius deh. Selain kesuraman tingkat tinggi yang terdapat dalam dongeng ini, ceritanya juga nyeleneh. Okelah, saya enggak komen bagian yang menyimpang itu, namanya juga dongeng. Dongeng itu ya suatu kehidupan dunia yang tak pernah ada pemikiran terbatas, semua hal tak masuk akal akan menjadi nyata. Jadi kalau kalian udah putus asa, silahkan datang ke dunia dongengmu.
Apa? Aku ngomong apaan nih?
Jujur, agak sulit bagi saya untuk mengerti paragraf demi paragraf, terutama percakapan di buku ini. Ada banyak permainan kata bahasa Inggris yang khas anak-anak. Tapi karena saya tinggal di Indonesia, plesetan itu jadi enggak begitu lucu. Dan gara-gara banyaknya permainan kata inilah, yang membuat percakapannya jadi enggak jelas banget.
Misalnya permainan kata antara tail (ekor) dan tale (dongeng) . Bayangin, yang satu ngomongin tale, yang satu ngomongin tail, tanpa memahami bahwa keduanya membicarakan hal yang sama sekali berlawanan. Kan, buang waktu. Dan gue ga dapat inti dari percakapan ituuu aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,
Itu masih permainan kata. Kalian harus baca saat dimana Ratu terus menerus berkata;
Kau bersalah, Penggal Kepalanya!
PENGGAL KEPALANYA!
PENGGAL KEPALANYA!!!
Ga waras, kan?
Ya ampun. Saya enggak bisa ngebayangin anak-anak membayangkan adegan pemenggalan kepala dalam pikiran mereka saat membaca dongeng ini. Seakan-akan pemenggalan kepala itu hal yang 'luar biasa' biasa. Enggak tahu deh anak-anak di Eropa sana. Tapi saya sih jerih pas bacanya, yah, jujur aja.
Ada juga sih yang buat saya ketawa
Si algojo berdalih ia tak bisa memenggal kepala yang tak punya badan. Ia tak pernah melakukan itu, dan tak mau memulainya.
Sang Raja berdalih apa saja yang punya kepala dapat dipenggal, dan alasan si algojo tak masuk akal.
Sang Ratu berkata, kalau persoalan itu tidak segera diselesaikan, ia akan memerintahkan semuanya dipenggal tanpa kecuali.
Endingnya tidak terduga, ternyata semua yang dialami si Alice HANYA mimpi.
Aku sangat lega membaca endingnya. Jujur saja, aku benar-benar masuk ke dalam kisah petualangan Alice ini walaupun setengah mati buat ngerti kalimat-kalimatnya. Pas baca endingnya, rasanya sungguhan terbangun seperti Alice, kebingungan melihat matahari senja yang menelisik diantara dedaunan, bingung melihat hilangnya semua makhluk-makhluk itu.
Oh, ternyata mimpi. Ternyata cuma mimpi buruk. Dan aku terbangun dari mimpi buruk itu. Leganya.
Ingat ungkapan terkenal dari Mad Hatter? "Why is a raven like a writing desk?" |
Secara keseluruhan, walaupun bagi saya kisahnya 3S (seram, suram, dan sadis) , kisahnya ini mengajarkan tentang dunia anak-anak yang penuh imajinasi. Saya waktu kecil juga suka kayak gitu kok, melakukan 'petualangan beneran' di dunia nyata dengan 'jalan cerita khayalan'. Saya kembali menjadi anak-anak saat membacanya. Saya bisa melihat betapa Alice memercayainya bahwa kelinci itu bisa berbicara. Bahwa dia bisa mengecil seperti semut. Aduh... rindunya...saya jadi ingin kembali ke masa saya bisa terbang ataupun menjadi Putri di Istana Kerajaan.
Percuma deh mengulas cerita ini. Udah kelewatan jaman deh saya. Cerita ini kan dibuat seratus tahun lalu hahahaha. Yah well, selain bahasa yang njelimet, cerita ini...keren.
Ngomong-ngomong, buku ini ada ilustrasinya. Kayaknya ini llustrasi lama...saya cuma berharap ilustrasinya diperbarui. Dikasih warna, misalnya. Enggak cuma hitam. Ilustrasinya di dalamnya agak mengerikan, Alice jadi jelek--ga imut. Dan Alice jadi kayak hantu pas lehernya memanjang.........
Tapi desain kovernya bagus..kayaknya (Mbak?) Ratu Lakhsmita Indira ini mendesain kover di buku-buku klasik GPU ya?
Tokoh favorit saya di bukunya adalah kucing yang seringainya lebar itu. Agak berbeda dengan tokoh favorit saya yang di filmnya Tim Burton. Kalo di film, saya sukanya si kucing sama Mad Hatter.
Hening. Hanya terdengar
hembusan angin di sekeliling tempatku berdiri. Membuatku menggigil kedinginan.
Ditambah tempias hujan yang membasahi kakiku.
Aku bisa saja masuk lebih
dalam ke gedung baru sekolah ini. Tetapi aku tidak terlalu suka sendirian di
gedung yang jelas-jelas belum selesai dibangun. Lorong-lorong yang panjang nan
gelap itu bisa membuatku bermimpi buruk nanti malam jika aku memaksakan diri
untuk menyusurinya.
Bel pulang sekolah sebenarnya sudah berbunyi
sejak dua jam yang lalu. Seluruh warga sekolah mungkin sudah pulang, begitupun
dengan tukang-tukang yang sedari tadi tidak kelihatan. Sepertinya hanya aku
saja yang belum pulang, karena ayah yang biasa menjemputku ada tugas tambahan
di kantor. Dan mama sedang diluar kota.
Tidak seharusnya aku berada
di gedung baru sekolah ini, karena tempat ini memang dilarang bagi yang tidak
berkepentingan. Larangan itu diberlakukan agar tidak ada yang celaka jika ada
yang iseng bermain di tempat ini. Sekolahku memang sedang dalam pembangunan
gedung baru. Kelihatannya sudah cukup rampung, sebagian besar atap-atap
berwarna hijau tosca telah dipasang.
Aku menengadah menatap awan
yang menggulung-gulung tebal, hitam pekat sehingga cahaya matahari senja tidak
dapat menelisik diantaranya. Hujan juga semakin deras, menciptakan gema gedung
ini. Membuat gedung ini semakin gelap dan mengerikan.
Ah, andai saja aku bisa menunggu
di kantin Bu Djuru, menikmati sepiring siomay yang masih mengepul, dengan saus
kacangnya dan ditemani pula dengan secangkir teh panas, bukannya malah terjebak
di gedung besar ini. Tadi aku sial sekali, kelupaan membawa tas yang kuletakkan
di dekat tangga, dan ketika aku sudah mengambilnya lantas berencana menuju
kantin Bu Djuru, tiba-tiba saja hujan menghampiri, semakin deras di tiap detiknya,
membuatku basah kuyup. Mau tak mau aku harus mencari tempat berteduh terdekat,
dan gedung inilah satu-satunya pilihanku, ditemani dengan bau tajam khas
dinding dan lantai yang lembab...
"—Hei!"
Aku melonjak kaget,
merasakan jantungku berjumpalitan. Dengan sangat terkejut dan ketakutan, aku
berbalik mencari suara yang barusan berkata ‘hei’ itu dan mendapati seorang
gadis sedang balik menatapku, jaraknya tak lebih dari satu meter.
Aku menghela nafas lega saat
menatapnya, ternyata bukan hantu. Tapi seorang gadis. Apakah dia juga siswi
sekolah ini? Dia mengenakan seragam yang sama. Tapi aku tak pernah melihatnya..
Rambut panjangnya yang hitam sepinggang di biarkan tergerai. Tubuhnya jangkung
dengan kulit sawo matang, dan mata sekelam malam yang menatapku tenang. Cantik.
Aku balas menarik kedua
sudut bibirku, "Hai," gumamku, kemudain melanjutkan, "Er.. Ada
apa, kak?" aku menambahkan kata 'kak' karena sepertinya dia kakak kelasku
yang belum pernah ku lihat.
"Ngapain panggil aku
kakak?" tawanya, terdengar melengking aneh, "Aku masih kelas sepuluh,
jangan-jangan kau yang sudah di atasku," dia tertawa lagi. Yang membuat
bulu kudukku berdiri.
Aku menggeleng, "Aku
juga masih kelas sepuluh. Kalau begitu, kau di kelas apa? Aku tak pernah
melihatmu sebelum ini.."
"Aku di kelas sepuluh
B, kau sendiri kelas apa?"
Kali ini aku benar-benar
mengernyit bingung, mana ada kelas 10 B? Sekolah ini memakai kurikulum 2013 dan
saat masuk sudah langsung mengambil jurusan, hanya ada 7 kelas MIPA dan 2 kelas
IPS, aku sendiri di IPS 1. Tidak ada sama sekali kelas yang memakai abjad lagi.
Mungkin dia hanya bercanda,
jadi aku mengendikkan bahuku dan mengangguk, tidak menjawab pertanyaannya.
"Mau jalan-jalan?"
ujarnya lagi tiba-tiba, membuatku tersentak.
"Eh? Jalan-jalan?
Maksudmu? Sekarang sedang hujan."
Dia mengangkat sebelah
alisnya dan menatapku heran, "Aku tidak mengajakmu jalan-jalan ke
lapangan, aku ingin mengajakmu mengelilingi gedung baru sekolah kita,"
Semilir angin meniup
seragamku yang sudah basah, membuatku semakin menggigil, "Tapi kita
dilarang menjelajahi gedung ini, bukan?" dalihku, karena sebenarnya alasan
utamaku adalah takut.
"Dilarang? Siapa yang
melarangnya?"
"Tentu saja kepala
sekolah, masa kau tidak tahu?"
Gadis itu menggeleng,
mengerucutkan bibirnya yang menurut penglihatanku sedikit pucat, "Aku
sering sekali mengelilingi gedung ini sepulang sekolah. Dan tidak ada yang
memarahiku. Tapi kali ini aku ingin mengajakmu, biasanya aku jalan-jalan
sendirian disini,"
"Jalan-jalan sendirian?
Dan tidak ada yang melarangnya? Yang benar saja?" tanyaku terperangah,
gadis itu mengangguk sambil menatapku seakan-akan berkata 'Tentu saja, masa kau
tidak pernah melakukannya?'
"Jadi, temani aku
ya?"
Aku berdiri dengan bimbang,
sebenarnya aku agak takut menjelajahi tempat ini, selain karena larangan, hari
yang semakin gelap juga membuat tempat ini semakin horor.
Tapi aku juga penasaran.
Akhirnya dengan ragu aku
mengangguk. Gadis itu tersenyum lebar, menampakkan gigi-gigi putihnya yang
rata.
Gadis itu berjalan ke arahku
dan menggenggam tanganku, berlari-lari menuju tangga. Saat ia memegangku tadi,
seakan-akan ada balok es dengan suhu yang sangat rendah menyentuhku. Tangan itu
sangat dingin dan terasa kaku, apakah ia juga sangat kedinginan? Tetapi ia
terlihat baik-baik saja, bahkan lebih baik dariku.
Aku menatap ke bawah
kemudian melihat satu keanehan lagi.
Gadis itu bertelanjang kaki,
tidak memakai sepatu atau alas kaki apapun.
Apakah sepatunya basah? Tapi
bukankah berjalan di lantai keramik itu dingin?
Lagi-lagi aku hanya diam.
Aku malas untuk bertanya lebih lanjut, karena toh dia sendiri tak
terlihat keberatan. Sejanak kami berjalan dalam keheningan, hanya terdengar
gema berpantul-pantul sekeliling gedung ini saat sepatuku menginjak lantai,
juga suara hujan.
"Aku suka gedung
ini," ujar gadis itu dengan ceria beberapa menit kemudian, memperhatikan
dinding yang masih abu-abu disekitar kami, "Tidak terlalu ramai orang,
membuatku tenang."
Aku ikut mengangguk, karena
aku juga tidak terlalu suka keramaian.
Dia terus berjalan hingga
mencapai bagian tertinggi gedung yang belum diberi atap maupun pembatas sama
sekali.
Bodohnya, aku mengikutinya
dan mendapati bahwa di atas sini sangat dingin.
Aku memeluk diriku sendiri,
berusaha menghangatkan tubuh.
Tapi tidak dengan dirinya, dia
merentangkan kedua tangannya, seakan menikmati keadaan itu. Rambut
sepinggangnya berkibar ke belakang.
"Aku seeenaaaaaang
sekaliiiiiiii.." teriaknya dengan suara nyaring yang aneh, membuatku
refleks mundur ke belakang.
Lama dia berada di situ,
membuatku cukup untuk memperhatikan banyak hal. Awan yang berarak dan menggulung-gulung
seperti krim berwarna hitam terlihat semakin menyeramkan disini. Angin begitu
kencang sehingga aku kesulitan menahan diriku sendiri untuk tetap berdiri.
Derasnya hujan juga menusuk-nusuk kulitku seperti ratusan peluru plastik.
Ditengah semua pemandangan
itu, aku teringat sesuatu.
"Siapa namamu?,"
tanyaku, menatap rambut sepinggangnya dari belakang.
"Siti."
Deg.
Lidahku kelu, bahkan badanku
kaku tak bergerak.
Siti? Bukankah nama itu
adalah nama yang begitu terkenal di sekolah ini. Nama yang tabu untuk disebut
disekolah ini dan selalu mengundang rasa penasaran.
Sepuluh tahun yang lalu, ada kejadian misterius di
sekolah ini. Saat pendaftaran, di antara banyak nama, ada yang bernama 'Siti'.
Sebenarnya, tidak ada yang mencurigakan dari Siti
awalnya. Dia dianggap seperti pendaftar lainnya, dan dia juga memenuhi semua
syarat untuk masuk. Nilai yang mencukupi, semua syarat administrasi juga sudah
terpenuhi.
Sampai suatu saat, ada yang aneh dengan gadis bernama
Siti ini. Tidak ada sekalipun kabar darinya maupun dari keluarganya. Bahkan
sebenarnya warga sekolah tidak menyadari ada yang bernama Siti, hingga
kemudian, saat pembagian seragam, tidak ada sama sekali orang yang dimaksud.
Padahal namanya jelas-jelas tertulis dalam seragamnya, juga ada di daftar nama
pembagian baju. Tapi esoknya, semua seragam Siti lenyap begitu saja, sekalipun
tidak ada tanda bukti penerimaan baju.
Bukan hanya itu, nama Siti seakan terus menerus
bergaung dalam setiap sudut kelas. Seringkali, saat guru menghitung jumlah
siswa di suatu kelas (yang pada akhirnya di ketahui kelas tempat Siti
ditempatkan sebelumnya) , mereka mendapati ada 33 jumlah siswa. Tetapi saat
guru-guru itu mengabsen nama per nama, hanya ada 32 siswa yang ada di kelas,
tanpa ada yang izin ataupun alpa.
"Lho, kok cuma 32 ini di absennya?" tanya si
guru, "Bukannya ada 33 siswa dikelas ini?"
Murid-murid dikelas itu saling menatap bingung,
menggelengkan kepala. Memang 32 siswa dikelas ini, bukan 33 siswa.
Si guru tersebut mulai menghitung lagi satu per satu
siswa, menunjuk dengan jari telunjuknya dan mulutnya bergerak-gerak saat
bergumam, tetap ada 33 siswa di kelas itu. Dia bertanya lagi, tapi semua murid
lagi-lagi hanya menggeleng, hanya 32, bukannya 33 siswa.
Guru itu akhirnya melakukan langkah terakhir, menyuruh
satu per satu siswa menyebut namanya dan kemudian mencocokkan nama yang ada di
absen.
Hanya 32 siswa.
Dan dia menyadari keganjilan. Seorang gadis yang duduk
di paling ujung, yang setahunya ada sejak tadi, sudah tidak terlihat sama
sekali saat para siswa mencocokkan nama.
Dimana dia? Kenapa hanya ada satu kursi dan meja
kosong?
Guru itu menggeleng-geleng, menatap absen sekali lagi
dan mendongak memperhatikan murid-muridnya. Sekarang hanya 32 siswa.
Begitu juga yang di alami guru-guru lain saat mereka
menghitung satu per satu siswa di dalam kelas. Mendapati keganjilan yang aneh.
Setelah itu, para guru tak pernah lagi mencoba untuk menghitung sendiri jumlah
siswa, memutuskan untuk langsung mengabsen dari lembar absen.
Teror tidak berhenti sampai saat itu. Kursi dan meja
kosong di kelas itu kemudian di pindahkan ke gudang karena tidak ada yang
menduduki. Tapi ketika paginya, kursi dan meja itu kembali berada dikelas
sebelumnya, tidak bergeser sesentipun, seakan-akan memang tidak pernah
dipindah.
Sejak saat itulah, kisah si Siti dimulai diseluruh
penjuru sekolah. Melekat selama bertahun-tahun.
Aku menggeleng mengingat
kisah itu. Aku tidak pernah percaya dengan rumor-rumor tidak jelas begitu.
Tetapi, Siti yang di depanku ini, amat penuh dengan keganjilan. Apakah aku bisa
meyakinkan diriku sendiri kalau sosok di depanku ini adalah manusia? Tapi
bagaimana caranya?
Nafasku memburu. Ada satu
hal yang terpikir olehku untuk memastikannya.
“Si.ti, sekarang ini tahun
berapa?” tanyaku pelan.
Dia menoleh, wajah pucatnya terlihat merenung,
“2005, bukan? Pertanyaan macam apa itu?”
“ Masa sih,” aku mulai
merasa takut.
2005 itu sepuluh tahun yang
lalu.
“Nama kepala sekolah kita,
apa kamu tahu?”
Dia menyebut nama, dan saat
itu sekujur tubuhku sudah merinding. Jelas-jelas aku tidak mengetahui nama
kepala sekolah yang dia sebut barusan.
“Aku mau pulang,” kataku
sambil mundur selangkah, nyaris membuatku terpeleset.
“Jangan, kau baru sebentar
disini,”
“Tapi aku harus pulang,”
“Sudah kubilang jangan!”
jeritnya tiba-tiba dan berbalik menghadapku. Kali ini aku benar-benar
terpeleset jatuh kelantai.
Wajahnya. Wajahnya sudah
berubah.
Seluruh matanya menjadi
merah gelap, tidak terlihat pupil matanya. Bahkan ada aliran darah keluar dari
mata itu, jatuh menetes melewati dagunya. Bibirnya tampak hitam bersama
gigi-gigi yang rusak.
Rambutnya berkibar
kebelakang, melawan arah angin.
“Kau harus menjadi temanku
disini, kau tidak boleh pergi,” lengkingnya. Aku menjerit ketakutan. Suaranya
juga telah berubah, seperti ada tiga suara yang berbicara disaat bersamaan saat
dia membuka mulutnya.
Siti—makhluk itu,
mendekatiku perlahan. Aku bergegas berdiri dan berlari ke arah berlawan.
“Kau akan menjadi temanku.
Selama-lamanya,” dia merentangkan kembali kedua tangannya, menatapku. Kemudian,
aku merasakan angin yang sangat kuat mendorongku mundur.
Aku menoleh kebelakangku.
Ujung bangunan ini tidak berbatas. Dibawahnya terdapat halaman yang masih penuh
dengan batu yang dihancurkan dan material-material tajam lagi.
Aku menjerit. Percuma. Angin
yang kuat tetap mendorongku, dan lantai yang licin sama sekali tidak membantu.
Dan saat itulah, aku tahu
bahwa aku sudah ditakdirkan untuk menjadi teman Siti.
Selamanya.
***
Ide cerita ini sudah lama bersarang di otak,
sejak pembangunan gedung SMANSA mulai keliatan rangkanya. Lalu ditulis juga
sudah amat lama—sejak fisik bangunannya bener-bener tampak. Istilahnya
otot-ototnya udah nempel di tulang—tinggal nambahin mata, gigi, bibir,
kuku-kuku jari, dan rambut, dan tak lupa organ tubuhnya~. Pas itu bangunannya
masih belum dikeramik sih kayaknya, dan masih banyak seng yang menutupi
beberapa area pembangunan, alias dilarang lewat. Atap-atap seng juga ada yang
belum dipasang. Dan ketika itu aku masih kelas 10 SMA.
Btw, alasan aku menulis cerita ini
pertama karena (dulu) aku ngebayangin gimana rasanya menjelajahi gedung baru
sekolah yang belum jadi, yang kayaknya bakal wah banget (ga pernah kesampaian karena aku bukan anak nakal wk). Tapi cerita apa yang bakal diambil dari
keliling sekolah? Kemudian aku teringat The Legend Of Siti. Yep, dulu aku juga pengen menceritakan
sesuatu tentang Siti, tapi juga gak tahu mau dibuat kayak gimana.
Dan keduanya bersatu. Jeng
jeng, jadilah ini cerita.
Buat yang belum tahu Legend
Of Siti, ini adalah ‘kisah’ turun-temurun yang diucapkan dari mulut ke
mulut di smansa. Alias Mrs. K ala SMA Negeri 1 Pontianak. Cerita gimana dia
muncul udah saya ceritain diatas, walaupun ditambah supaya lebih keliatan
beneran neror.
Menurut saya, daripada omongan
dari satu siswa ke siswa lain, lebih baik saya jadi bahan cerpen beneran.
Ceritanya ga serem? Iya, saya
setuju. Soalnya (jujur) saya parnoan sama yang namanya hantu (kecuali hantu
hantuan di Latihan Kepemimpinan) dan nyaris enggak pernah nonton film maupun
membaca kisah yang berhubungan dengan hantu. Saya juga jarang nonton film
maupun membaca kisah yang penuh darah. Itu adalah hal yang paling (kalo bisa)
saya hindari seumur hidup. Jadi ya saya ga punya pengalaman maupun acuan.
Maapin saya wkwk.
1. Jakarta meledak
Saya tahu berita ini pas Papa saya nyetel volume TV besar-besar, demi mendengar berita ledakan Bom di Jakarta. Wah, kaget sekaligus kasian. Jakarta di bom! Penasaran, saya browsing lagi di internet. Ada banyak dugaan, tapi dugaan yang paling hot adalah;
Pertama, teror dari ISIS, hmm..hmm..hmm.. bisa jadi sih, meskipun... hmm. pokoknya sama-sama teror.
Kedua, katanya kejadian ini adalah pengalihan isu dari PT. Freeport. Wah, kalo ini... saya sih ga tau beneran wkwk. Tapi setahu saya isu yang ini udah dibantah sama Pemerintah.
Well, awalnya kasian, tapi kemudian senyum-senyum sendiri. Di situs seperti 1cak dsj, topik bom ini malah menjadi lelucon. Bukan tanpa alasan, melihat banyak massa yang JUSTRU berkerumun ditengah adu tembak antara aparat dan pelaku. Kan konyol banget. Hastag #kamitidaktakut beneran dipraktekkin. Aksi teror yang jelas-jelas nyata malah jadi kayak tontonan thriller, kayak yang dibioskop kurang menantang aja. Kagum, tapi ya geleng-jeleng kepala juga.
Belum lagi dengan pedagang yang asiknya berjualan diarea tkp! what the....warga Indonesia memang pemberani.
Salut juga sama aparat, pelaku dapat ditangkap, alhamdulillah. Meski begitu, Mabes Polri sudah menetapkan Siaga I untuk seluruh Indonesia. Yaak, semangat semuanya! Berhati-hatilah.
2. Alan Rickman meninggal dunia.
Pas saya kebaca beritanya, saya langsung kehilangan nafas sejenak. Serius. Alan Rickman a.k.a Prof. Snape dari serial Harry Potter adalah tokoh favorit dan 'guru' terhebat bagi saya. Mata saya berkaca-kaca pas melihat sepatah dua patah kata; RIP Alan Rickman. Ya Tuhan! Ga nyangka. Berat sekali untuk mempercayainya.
*raises wand*
Dan ucapan ini tidak akan pernah................. :'( :'( :'( |
Saya menyukai 'kedua' sosok ini, Rickman dalam Snape, karena keteguhannya. Menghadapi segala rintangan yang tidak mudah... dan rasa sayangnya ke Lily juga Harry sangat tulus.. Dia menyayangi Harry, astaga, itu membuat saya tersentuh sekali.
Meninggalnya Alan Rickman membuat saya merasa kehilangan yang amat sangat untuk kedua kalinya. Sekarang semuanya tidak akan lagi sama. Akan ada perbedaan ketika kembali menonton film Harpot. Akan ada perbedaan juga ketika saya membaca novel Harpot....
Saya sangat sangat sedih :'''''( . Walaupun belum pernah ketemu--saya langsung merinduinya.
Jadi, selamat tinggal Alan Rickman. Biar bagaimanapun, sosokmu bakal selalu, selalu hadir dalam imajinasi saya sebagai Severus Snape. Terimakasih karena sudah menjadi sangat Snape.
Rise In Peace Alan, Snape. Semoga kau bertemu Lily-mu. *raises wand*raises wand*
Berhenti sudah menanyai
Pada benih-benih kebencian murni
Kelak kau akan menyesali
Jika berturut tangan memperbaiki
Berhenti sudah menyelidiki
Pada semua pembunuhan keji
Kelak kau tak bernyawa lagi
Jika membongkar yang tersusun rapi
Dikala kau tak mengerti
Maka aku akan melindungi
Tapi dikala kau tak perduli
Maka aku ‘kan membuatmu mati
***
Menyenangkan.
Aku menyeringai geli, membalas
tatapan melototnya, tatapan kemarahan dan ketidakpercayaan. Tapi tidak mengapa,
tatapan tak menyenangkan itu sama sekali tidak bertahan lama. Hanya dalam
beberapa detik, wajah di depanku kembali tenang, diam seribu bahasa.
Aku tidak menghabiskan waktu
berlama-lama. Segera mengambil barangku yang tertinggal ditubuhnya dan keluar.
Tidak ada protes, tidak juga ada ucapan selamat tinggal.
Sekilas, aku mendongak
memperhatikan langit sore. Matahari berwarna semerah darah, sama seperti
perasaanku saat ini.
Satu. Tinggal satu kebebasan
lagi yang akan kujemput.
Dengan bersantai aku mengendarai
sepeda motorku dan sampai dirumah salah satu temanku.
“Hei!” sapanya, tersenyum lebar
menyambut kehadiranku, “Ada apa?”
Kutunjukkan kedua telapak
tanganku, dan bola mata gadis itu melebar ngeri.Tapi aku tidak ingin menunggu
lama. Sebelum dia dapat berkata apa-apa, aku menikam jantungnya, berkali-kali.
Gadis manis didepanku langsung
kehilangan kesadaran. Cairan merah kental menyembur kewajahku.
“Sama seperti kau. Aku juga
sudah membunuh pria kesayanganmu,” bisikku riang ketelinganya, “Kalian akan
bersama-sama..dan tinggalkan aku, seperti yang selama ini selalu kalian
lakukan.”
Tidak tanda-tanda gadis ini akan
memberi jawaban. Jadi aku mengambil pisauku yang berubah warna menjadi merah
mengilap dan pulang. Menunggu takdir-takdir yang akan menjemputku.
Sepanjang perjalanan, aku
mendapati orang-orang menatapku dengan tercengang. Dan tidak butuh waktu lama, tepat
setelah beberapa menit aku sampai dirumah, terdengar suara sirine
meraung-raung.
Kali ini aku ketakutan. Sejak
kecil aku selalu takut mendengar suara sirine.
***
BRAK! Sebuah tangan dihempaskan
ke meja didepanku. Aku menatapnya datar. Sebenarnya aku sedang menahan
senyuman, tapi aku merasa tidak sopan jika tersenyum didepan orang yang sedang
meledak-ledak.
Melihat tidak ada reaksi apapun,
pria didepanku menendang meja kesamping dan menarik kerah bajuku. Matanya merah
oleh tangisan dan amarah.
“Kau BUNUH MEREKA?! Apa
maumu?” geramnya dengan suara bergetar.
“Aku membenci mereka,” jawabku
jujur.
“Mereka justru orang-orang
terbaik!” desis pria ini, aku memperhatikan air matanya turun semakin deras.
“Begitukah? Kau tidak rela?”
tanyaku kalem, melontarkan tatapan bertanya kepadanya.
“Lebih baik kau yang mati,”
katanya lagi, aku menggeleng.
“Tidak, lebih baik kau yang
menyusul mereka, supaya kau rela.” dengan jempol ditangan kiriku, aku menekan
tombol kecil yang terdapat di cincin di jari manis tangan kiriku. Cincin ini
adalah hadiah lama dari teman, senjata terakhirku yang luput dari aparat
kepolisian.
Saat tutup dicincin itu terbuka,
tampak jarum yang amat kecil dan halus, sama sekali tak terlihat mengancam. Aku
menusukkannya ke lengan pria itu, “Selamat tinggal,”
Reaksinya begitu cepat. Pria itu
terjatuh, berteriak kesakitan. Percuma saja. Racun dicincin ini akan memakan
jiwanya dengan cepat. Tidak pernah ragu. Tanpa setitik pun rasa kasihan.
Dia memaki-makiku kencang. Aku
hanya bisa menggeleng tak percaya sebelum melangkah meninggalkannya.
Bahkan saat akan menghadap
Tuhan pun, dia masih mengucapkan kata-kata kotor.
***
Hola? Gila kah cerita ini? Emang gila. Ga tau apa endingnya, gatau gimana awal mulanya. Hobi saya emang begini>,< cerita asilnya (tersimpan di otak saya) sangaaat panjang, tapi yang tertulis hanya pertengahan cerita, atau klimaksnya aja yang dilukiskan kedalam kata-kata.
Kisah diatas itu sama sekali tidak dicari--dia datang sendiri kepadaku. Sudah lama tinggal di otak, dan baru bisa keluar ke dunia maya hari ini~~
Judul : Tales From The Five Kingdoms - The Heart Of Glass (Jantung Kaca)
Penulis : Vivian French
Penerbit : Penerbit Atria
Tebal : 254 halaman
Sinopsis :
Ini adalah kisah tentang petualangan Pangeran Marcus yang endingnya melibatkan banyak orang. Awalnya Pangeran Marcus, Gracie Gillypout, dan ditemani 2 kelelawar serta satu ekor kuda, berencana untuk 'menemukan' kurcaci di hutan. Tapi semua petualangan itu berantakan ketika Gracie menghilang ditelan pohon. Dan untuk menyelamatkan Gracie, Pangeran Marcus terpaksa mengorbankan seorang Putri dari kerajaannya... Belum lagi diterowongan bawah tanah tempat Gracie terjatuh, ia berada dalam bahaya besar, sebab ada sebuah ramalan yang berkaitan dengan dirinya dengan troll......
***
Sebelum mengulas, saya ingin bernostalgia sebentar....yah, saya terkejut melihat penerbit buku ini. Jadi teringat novel pertama yang saya beli (diluar KKPK) yaitu Petualangan Tom Sawyer. Dulu, setelah membaca Tom Sawyer, saya giat banget mencari buku-buku terbitan Atria lainnya, tapi hasilnya nihil. Dan ketika mendapat buku dengan penerbit yang lama setelah bertahun-tahun..ya..agak menyenangkan.
Jadi, kayaknya Atria ini novel khusus untuk nerbitin buku-buku semacam gini ya? Petualangan, anak-anak, dsj? Wah.
Kembali ke novelnya.. hm, novel ini menyenangkan. Saya suka. Menceritakan tentang petualangan anak-anak kerajaan yang penuh imajinasi--ada troll, goblin, kurcaci, dan binatang-binatang yang bisa bicara. Pokoknya dongeng banget. Meskipun sama-sama fantasi kayak novel Riordan (again), Prineas, Littlewood, Chainani, Tere Liye, dan penulis-penulis fantasi lainnya, tetap ada sensasi yang jauh berbeda saat membacanya. Saya seperti menemukan khayalan kanak-kanak saya yang sudah terkubur jauh--pergi kehutan, berbicara dengan hewan, menemukan petualangan terhebat, dan hal-hal seperti itulah.
Novel ini, menuliskan secara jujur bagaimana seorang anak kecil bertindak. Masih polos, berpikiran pendek, dan apa adanya. Meski kadang-kadang, menurut saya, ada hal-hal yang terlalu berlebihan untuk menggambarkan 'sikap seorang anak'. Ada juga sih yang terkadang anak-anak ini tiba-tiba jadi super dewasa... Seriusan deh, saya bingung berapa umur semua anak di dalam buku ini. Mereka diceritakan akan ada yang menikah, atau akan ada yang mengiringi pengantin, tapi kok...... sifat para anak ini kayaknya sama sekali enggak bakal mendukung berdirinya sebuah rumah tangga.
Nah, meskipun tokoh utamanya anak-anak, saya cukup kaget saat menemukan musuh mereka adalah troll yang super jahat, super kejam, dan super-super lainnya. Membacanya, jujur saja, membuat jantung saya was-was. Penulisnya hebat sekali dapat membawa suasana di dalam novel 'ringan' seperti ini tampak seperti nyata. Jalan ceritanya juga tak terduga, apalagi endingnya. Satu langkah saja, sudah akan berkaitan dengan sejuta masa depan lainnya. Saya salut banget sama penulisnya.
Ide ceritanya sederhana, 'penculikan', penyelamatan, dan dibalut dalam kisah cinta anak-anak. Tapi alurnya bagus sekali.
Btw, saya bener-bener jatuh cinta dengan buku ini gara-gara didalam bukunya ada ilustrasi yang banyak banget :3 . Yah, gambarnya simpel, tapi...pokoknya bagus banget >,< .
Well, dari kover sampe isi buku, bagus semua. Saya suka, bisa dibaca sebagai bacaan ringan ataupun selingan, dan sangat membantu buat memenuhi otak dengan imajinasi. Oh ya, saya kira penulisnya laki-laki, tapi pas liat di wiki~ rupanya penulisnya perempuan.
Pas bangun tidur, aku terperanjat bukan main, “ASTAGA! SUDAH
TANGGAL 8 JANUARI!” Tiba-tiba saja aku ingin lupa ingatan. Ini artinya tujuh
belasan tahun! Pengennya sih masih 16 belas, tapi entah karena si pembuat akte
salah nulis tahun atau aku kecepetan lahir, akhirnya aku tetap berumur tujuh
belas tahun.
Kabar baiknya, ini artinya KTP, SIM, dan kado.. Yah..ya...sementara itu aja.
Mumpung umurku sudah tujuh belas tahun, aku ingin memberitahu sesuatu..
Jadi, selama 17 tahun hidup dan menatap matahari Nusantara,
ada beberapa kejanggalan yang aku rasakan. Well, hidupku ini ternyata enggak se
fantastik yang terdapat dalam semua kisah yang aku baca atau aku dengar atau aku tonton. Contohnya :
1. Aku tidak dicintai dan menikah sama seorang Pria yang
sangat kaya dan tampan dan diidolakan cewek-cewek lain.
fanart dari game kesukaan saya dulu; Harvest Moon. Karakter cowok diatas adalah karakter yang juga paling saya favoritkan x_x : Doctor. |
Pernah baca novel-novel klasik? Kita comot ajalah salah satu
karya Jane Austen; Pride and Prejudice. Kisah tentang seorang gadis yang hidup
sederhana—cenderung miskin, kemudian dalam suatu pesta dansa bertemu dengan
pria yang berpenghasilan ‘wow’ pada zaman itu, paling kaya didaerahnya. Pria
itu awalnya benci sama si gadis—kemudian menjadi cinta. Dan nikah, hidup
bahagia. Astaga. Bukan berarti aku ngarep nikah, tapi hidupku sekarang cuma
duduk didepan laptop sambil cekikikan liat cowok 2 dimensi *gila*
2. Enggak ketemu vampir.
Tahu Isabella Cullen di buku Twilight? Pas umur enam belas,
dia udah bisa curiga kalo sekumpulan siswa super tampan dan cantik disekolah
barunya bukanlah manusia. Bella, bahkan bisa mengajukan teori-teori enggak
masuk akal tentang Edwards. Dia juga rela banget mencari informasi tentang
vampir. Dan akhirnya dia pacaran sama vampir! Vampir-_-
Itu enam belas tahun.. tidur bareng vampir, ginigitu sama
vampir*baca novelnya*. Belum lagi rela mengorbankan dirinya untuk dibunuh vampir,
mau jadi vampir, ketemu sama vampir psikopat, keluar negara demi menyelamatkan
vampir tercinta, stress gara-gara vampir, bulan madu sama vampir. Enam belas
tahun loh! Enam belas! Itu masih belum nyeritain hubungan rumitnya dengan
werewolf.
Intinya... dewasa banget ya? Aku diumur enam belas hingga
tujuh belas ini... kayaknya enggak seheboh dan serumit itu. Masih kepengen main
game anak-anak, masih pengen hidup tanpa tahu apapun, masih minta duit. Yah,
hidupku kayak enggak perlu berjuang demi apapun, apalagi ketemu dan pacaran
sama vampir-_-
Malah aneh rasanya kalo aku ngebayangin cowok-cowok yang
paling tampan disekolah adalah vampir hahahaha. Ga kebayang.
Jangan dibayangin. Malah merusak imajinasi gue :’v
3. Aku enggak didatangi Hagrid untuk masuk Hogwarts.
Tahu Harry Potter? Enggak perlu baca novelnya juga pasti
tahu siapa Potter, siapa Hagrid dan apa itu Hogwarts. Nah, kalo Potter saja pas
umur sebelas *dengan tidak disangka* masuk Hogwarts dan diumur tujuh belas
memutuskan berhenti sekolah, maka aku? Boro-boro deh. Udah sampe tujuh belas
gini ga nemu-nemu gedung Hogwarts, apalagi ketemu Om Voldemort. Sedih.
Ternyata aku hanya seorang muggle. Buktinya, aku masih harus
capek-capek ngerjain matematika daripada belajar sihir-sihir baru apalagi
belajar megang sapu terbang.
sedikit lelucon lama tentang Voldemort. |
4. Tidak tinggal selamanya di Narnia
Kisah yang satu ini, juga tahu kan? Narnia? Well, enggak
Cuma Narnia, banyak sekali kisah tentang dunia ajaib yang ternyata pintu
masuknya berada didekat kita. Tapi meskipun aku sudah membuka seluruh lemari
maupun laci dirumah, aku tetap enggak menemukan dunia lain :v. Ketika Lucy dan
saudara-saudaranya sibuk mempertahankan diri dari Penyihir Putih, saya malah
asik nonton film mereka :’)
5. Aku tidak berhasil masuk kedunia game
GGO |
Salah satu contoh anime (maupun lightnovel) yang saya suka
adalah Sword Art Online. Dan animenya malah bikin kumat keirian saya. Siapa sih
yang enggak mau masuk ke dalam dunia RPG, apalagi MMORPG ? Hidup dengan pedang
ataupun busur panas, melawan monster, mengalami cinta lokasi....
Aku sudah tujuh belas tahun. Dan sudah entah berapa tahun
aku main RPG ataupun game visual sejenis lainnya, tapi selama itu pula aku
enggak pernah berhasil masuk.
5. Tidak dijodohkan kakek/nenek/mama/papa/om/tante kepada
seorang pria tak dikenal.
Yah, ini nih. Kisah yang kayaknya selalu booming apalagi
kalo kalian baca diaplikasi ekhem w*ttpad ekhem. Sampe enek bacanya. Temanya romance-nya
nyaaaris sama semua. Pas pulang kerumah, dapat berita mengejutkan yang
terduga “APA?! Aku dijodohkan?! Aku enggak mau Pa!” prang~ gelas kaca jatuh
ke lantai dan pecah berkeping-keping. Kemudian Papanya meratap, “Ini demi
perusahaan Papa nak, papa harus melunasi hutang-hutang kita! Sebenarnya....”
Papa yang malang pun menceritakan semua kesusahan perusahaannya selama ini,
lantas si gadis kecil, yang tak bisa lebih terkejut lagi, berkata dengan sedih “Jadi, papa mengorbankan aku?”. Akhirnya si
gadis dengan pria yang menjadi jodohnya itu *rata-rata punya sifat cool and
cold* menikah, awalnya saling engga suka, lama-lama saling suka.
Huf. Sejauh ini, kayaknya papa dan mama saya enggak punya
pikiran gituan tuh hahahahaha, malah diomel sayanya “Belajar yang benar!
Selesaikan pendidikan tinggi-tinggi! Nikah nanti kalo udah kerja!” :v :v :v Saya enggak mau juga dijodohin. Ini hanya salah satu adegan fantastis bagi saya :v .
Banyak. Banyak banget novel yang menceritakan tentang perjalanan waktu, baik ke masa depan maupun masa lalu. Contoh novelnya; The Time Traveler’s Wife, atau The Gideon Cutpurse. Bahkan yang paling familiar -> DORAEMON.
Astaga. Kalau diberi kesempatan, tentu saja saya mau. Mungkin beberapa orang bijak akan menolaknya, dengan alasan masa lalu adalah masa lalu, mari kita maju terus pantang mundur, dll. Tapi serius, bijak ga bijak, saya bakal melakukannya *Iya kalo ada* . Kalo ke masa lalu saya bakal.......ah udahan ah mengkhayalnya.
Jadi kesimpulannya, dunia nyata saya agak datar ya-_- Enggak
ada hal yang bisa membuatku begitu excited dengan sesuatu hal—yang enggak
dialami orang lain. Well, mungkin saja memang ada, tapi tetap saja masih
standar dunia nyata—memenangkan lomba, terpilih menjadi ketua abcd, ketemu sama
orang-orang tertentu, begitulah. Andai saja masih ada sedikit keajaiban seperti
yang saya sebut diatas :’v (jangan perjodohan, jangan perjodohan.)
Saya hanya heran saja, misalnya kita nonton ftv, atau
tontonan-tontonan lainnya deh, juga dibacaan-bacaan yang kubaca, kok kayaknya
hidup SMA itu rumit banget ya. Padahal pas saya mengalami tahun-tahun SMA ini,
kehidupan saya masih terasa seperti anak-anak. Bukannya yang... ah, kabur dari
rumah, mengalami kehidupan cinta yang rumit ala AADC, bahkan bunuh-bunuhan*eh. Apa akunya aja yang
kurang memperkaya pengalaman? Ck. Enggak jelaaaas aaaaa, aku terlalu banyak teracuni oleh imajinasi
oraang laaiiiiiiin~
Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika Penerbit
Tebal : 400 halaman
Novel Pulang berkisah tentang seseorang yang biasa dipanggil Bujang. Ini adalah kisahnya sejak dia masih berusia 15 tahun, tinggal dikampungnya di Sumatera, hingga salah seorang teman Bapaknya, yang dipanggil Tauke Muda, mengambilnya untuk kemudian dididik dikota.
Tidak hanya sebatas pendidikan akademik--Bujang juga dididik menjadi jagal (tukang pukul) . Dia tumbuh besar dengan mempelajari cara menembak, memukul, bahkan juga belajar untuk menjadi seorang samurai.
Berbeda, tentu saja. Bujang tidak hanya bermain dengan tangan dan kakinya, tetapi juga otaknya. Sempurna. Memperoleh 2 gelar master diluar negeri. Mengerikan. Dengan buas dapat membunuh siapapun yang dia inginkan--yang membuatnya dijuluki Si Babi Hutan.
Dulu, dia yakin dia tidak punya rasa takut. Tidak terhadap siapapun, bahkan bosnya sendiri. Tapi kemudian, ketika semua yakin bahwa keadaan telah mencapai puncak kejayaannya, rasa takut itu menyergap.
Ke-na-pa?
Ini adalah sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.
***
Pulang. Judulnya sendu. Kovernya sendu. Akhirnya, diantara sekian banyak karya Pak Darwis, saya melihat kecocokan yang benar-benar cocok antara kover dan judul.
Pulang. Judulnya sendu. Kovernya sendu. Awalnya saya kira ini novel kisahnya seindah kulitnya. Mirip-mirip karya Pak Darwis yang lain (Rindu, Rembulan, sunset, dll). Indah dalam versi saya ini membacanya membuat kita menghela nafas lega, menenangkan, hati menjadi lebih luas, lapang. Dan alur ceritanya gitu juga, memang indah, sama kayak kalian melihat sebuah lukisan yang membuat kalian menerawang jauh, ingin 'mencicipinya'.
Pokoknya gitu deh.
Tapi ternyata. Astaga. Saya ketipu. Enggak menyangka juga. Salah saya sih, enggak baca sinopsis pas awal-awal baca.
Novel ini adalah novel tersadis karya Pak Darwis yang pernah saya baca. Saya enggak nyangka Pak Darwis punya sisi lain yang..buas? Maaf hahaha. Aneh menyadari Pak Darwis yang udah keseringan nulis pakai perasaan, tiba-tiba melenceng jaaaauuuuh ke kekerasan dan darah. Dan benda-benda tajam. Dan kelicikan. Jadi kayak punya 2 kepribadian. Memang sih, Negeri Para Bedebah ataupun Negeri di Ujung Tanduk agak-agak mirip. Tapi enggak sekasar yang ini.
Well, kok rasanya terkhianati gitu ya? Wkwk. Secara, selain judul dan kover, ini kan terbitan Republika, biasanya terbitan Republika lumayan aman. Tapi yang satu ini...-_-
Baiklah. Cukup. Diluar keanehan dari sudut pandang gue, novel ini bagus. Dari luar sampe dalam bagus. Seperti biasa, dengan tak bosannya, Pak Darwis berhasil memukau pembaca lewat kata-katanya yang tetap lembut meskipun ceritanya kasar *apaansih* . Tetap ada makna mendalam di kisah ini. Tetap ada nasehat-nasehat tersirat yang mencengkram perasaan dan ngebuat saya merasa berdosa. Juga ada petunjuk hidup dll. Komplit.
".....Hanya kesetiaan pada prinsiplah yang akan memanggil kesetiaan terbaik.."Ceritanya mengalir lancar, bergerak maju mundur. Karena sudah terbiasa disuguhi beginian sama Pak Darwis, saya enggak terlalu pusing, lebih mudah mengingat hal-hal yang sudah diceritakan sebelumnya. Juga dengan sabar menunggu satu demi satu misteri terkuak dengan perlahan.
Ide cerita yang saya tangkap disini sederhana : Kembali, pulang. Seperti judulnya. Bukan fisik kita yang pulang, tapi hati. Pak Darwis mengajak kita untuk kembali kepada-Nya *ups *ngebocorin isi cerita.
Tapi meski ide ceritanya sederhana, saya akui jalan ceritanya rumit dan tak terduga. Apa yang dilihat tidak selalu seperti yang terlihat. Ternyata begini. Ternyata begitu. Berlapis-lapis. Berbelok kekanan kekiri.
Ada terlalu banyak tokoh penting disini, tidak bisa saya jabarkan satu persatu. Yeah, semua tokoh dalam buku mengambil masing-masing peran penting yang saling melengkapi. Ada Tauke Besar, Bapaknya Tauke Besar, ada Bujang, ada Bapaknya Bujang, ada bapak dari bapaknya bujang, ada mamanya bujang, ada kakak dari mamanya bujang, ada bapak dari mama dan kakaknya mama bujang. Ada juga bapak dari bapak dari bapak dari bapak dari .................dari mamanya Bujang. Ini sumpah dah, kerumitan keluarga turun menurun, jadi kebanyakan.
Tokoh utama; Bujang. Seperti yang dijelaskan diatas. Sempurna sekaligus mengerikan. Dari kecil maunya jadi tukang pukul. Sok banget. Tapi si Tauke Besar mau dia belajar. Jadi akhirnya dia belajar akademik dan belajar memukul. Bisa menguasai keduanya. Kaya, kuat, pintar, setia, apalagi yang kurang? Oh hatinya. Hatinya kotor sekali. Kesimpulan, meskipun tokoh utama, Bujang sama sekali bukan karakter favorit saya. Aku hanya ingin mengatakan satu kata kepadanya; bajingan. Gatau deh, dinovel-novel Pak Darwis Tere Liye, saya lebih suka tokoh anak-anak yang manis (enggak pedofil kok) daripada pria dewasa yang agak kelewat sempurna. Soalnya biasa tipe-tipe kayak gini agak..ga masuk akal, dan lagian mereka sombong.
Tokoh favorit saya : Hmmm...hm...hm...hm... enggak tahu. Kopong, salah satu guru Bujang, cukup baik, tapi suka ngebunuh juga. Ah, nyaris semua orang ditokoh ini suka membunuh. Mungkin ada Tuanku Imam atau sebut aja kakak dari mamanya Bujang. Dia baik, punya pesantren. Tapi gimana bisa para bandit kelas dewa gitu dibiarkan berkeliaran, malah berteman (?) .
Kalimat favorit saya?
".....tidak mengapa jika rasa takut itu hadir, sepanjang itu baik, dan menyadari masih ada yang memegang takdir. Dia takut--dia mengakuinya--tapi dia tidak akan lari dari kenyataan itu, melainkan akan menitipkan sisanya kepada takdir Tuhan..."
Kelebihan buku ini : Kovernya bagus. Selain cocok sama judulnya, juga cocok sama ceritanya. Enak dipandang juga. Pantai yang menjadi kover di novel ini, bisa dibilang adalah inti dari cerita, titik balik. Karena... kurang lebih si Bujang mendapat hidayah saat melihat sunrise di pantai, dari kejauhan.
Ceritanya dalam, menegangkan, rumit. Pak Darwis selalu mengajak pembacanya untuk berpikir sebentar, menelaah, memeriksa, mengingat-ingat, mencoba-coba.
Kekurangan : Sadis.
Yah, sekian. Novel ini memang bagus, mengesankan, luar biasa. Tapi tetap saja, ini bukanlah novel favorit saya. Saya masih enggak terima dengan jalan ceritanya. Tukang pukul. Astaga. Walaupun yah.. mau enggak mau saya mengakui, mungkin profesi tukang pukul emang profesi yang paling cocok untuk mendukung ide cerita pulang ini.
Bintang? ****
Buat kalian yang suka thriller, atau lagi mengalami masalah sama hidup, ingin membuka hati, ataupun ingin memafkan diri sendiri (dan bertaubat), maka baca saja buku ini. Buat yang jadi penggemar Pak Darwis (kayak saya) juga silahkan baca buku ini~hehe.
Yo, akhir 2015 lalu, MEA akhirnya resmi dimulai~
Meskipun kita masih kategori anak-anak (Masa kanak-kanak saya tinggal 7 hari lagi--" ) , kita sudah harus siap untuk menghadapi MEA pemirsa!
HIDUP ASEAN! HIDUP MEA! |
Untuk mempersiapkan diri, ada hal penting yang harus kalian ketahui :
Pertama, kalian harus tahu kepanjangan dari MEA.
Tahu ga hayooo? Jadi MEA adalah kependekan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Kedua, kalian harus tahu apa itu MEA.
MEA ini semacam pasar tunggal yang nantinya memungkinkan suatu negara (dengan lebih bebas) menjual barang maupun jasanya ke negara lain di wilayah ASEAN. Jadi nanti di Indonesia bakal ada lebih banyak pekerja maupun barang asing yang kemungkinan sebelumnya enggak pernah kita liat.
MEA ini semacam pasar tunggal yang nantinya memungkinkan suatu negara (dengan lebih bebas) menjual barang maupun jasanya ke negara lain di wilayah ASEAN. Jadi nanti di Indonesia bakal ada lebih banyak pekerja maupun barang asing yang kemungkinan sebelumnya enggak pernah kita liat.
Tujuan MEA? Untuk meningkatkan kesejahteraan :v
Lebih lanjut cari sendiri ya.
Ketiga, BELAJAR BAHASA INGGRIS
Ini penting, saya serius banget. Kalian enggak bisa menyepelekan bahasa yang sudah global ini. Inilah yang mungkin ditakutkan bagi orang-orang yang enggak terlalu fasih Bahasa Inggris. Kesempatan kerja bakal lebih luas sekaligus lebih sempit--tergantung kita sendiri. Belajarlah. Belajar Bahasa Inggris, kalo bisa juga bahasa di setiap negara ASEAN. Jangan takut salah. Dan jangan hanya mengandalkan Bahasa Inggris lewat sekolah saja.
Jadi, semoga kalian sejauh ini bahasa Inggrisnya sudah baik :) malu dong nanti, ketemu tukang parkir yang ternyata orang Singapura, atau Malaysia, dan ternyata bahasa Inggris mereka lebih baik. Masa kalah sama tukang parkir :v hakhakhak.
Saya becanda. Saya enggak yakin dalam MEA nanti ada tukang parkir dari luar, kayaknya MEA lebih mengkhususkan ke tenaga profesional. Tapi enggak tahu juga. Pokoknya kita harus BELAJAR BAHASA INGGRIS!
Ketiga, sekolah yang bener
Ilmu tentu saja penting. Jangan sekolah hanya untuk mencari nilai, (sebenernya setengah dari tujuan saya belajar dan sekolah adalah untuk mengejar nilai. Maafin saya)
Keempat, siapin modal
Persiapkanlah modal kalian, meskipun hanya mental dan pakaian yang melekat dibadan.
Kelima, dan lain-lain.
Yah, sebenarnya ada banyak sekali persiapan untuk MEA ini. Ketika saya menonton berita di TV, maupun baca berita di dunia maya, saya mendapati semuanya was-was akan MEA. Banyak sekali persiapan yang mereka sebutkan--sampe saya bingung. Hal-hal yang saya sebutkan diatas hanyalah hal-hal dasar untuk anak sekolahan wkwk. Banyak persiapan yang saya sendiri juga ga tahu. Ada juga persiapan standart lain kayak -> paspor :v .
Jadi, Mari hadapi MEA bersama-sama! Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh!