Book Review : Alice's Adventures in Wonderland

By Sheren - Wednesday, January 27, 2016



Judul Buku : Alice's Adeventures in Wonderland
Penulis : Lewis Carroll
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 137 halaman

Alice, yang sedang duduk bersama kakaknya, merasa bosan. Maka ketika seekor kelinci putih lewat tergesa-gesa sambil melihat jam sakunya, Alice mengikutinya, dan dimulailah petualangan Alice di Negeri Ajaib--negeri yang penuh makhluk aneh dan eksentrik. Alice bertemu sang Duchess dan kucingnya yang bisa bicara, Tukang Topi dan Kelinci Maret yang sibuk dengan jamuan teh mereka, si Kura-kura Palsu yang menceritakan kisah hidupnya, dan banyak lagi lainnya.

Kalian pasti tahu kisah Alice. Mungkin sudah membacanya, mungkin juga tahu lewat filmnya. Dulu, duluuuu sekali, saya hanya sekedar mendengar kata Alice's Adeventures in Wonderland; Alice in Wonderland. Saya waktu itu tidak terlalu tertarik. Kemudian saya menonton film Alice karya Tim Burton yang sangat...menggunggah. Saya mencari ebook versi Indonesia-nya, tetapi enggak ketemu. Nyari di toko buku, enggak ketemu. Jadilah buku ini terlupakan sementara dari memori...

Lalu--bukti bahwa jodoh enggak kemana--saya ketemu ini dongeng terpajang begitu saja di toko buku. Yaudah, gaet aja.

Setelah menonton Alice nya Disney itu, saya kira dongeng Alice in Wonderland adalah bacaan yang sangat segar dan menyenangkan. Penuh dengan warna-warni dunia ajaib..

Tapi sumpah. Saya enggak ngerti kenapa buku ini disebut dongeng. Ceritanya itu loh, suram. Bayangin kita terperosok ke jurang, dibawahnya tumbuh pohon-pohon tinggi, gelap, menutupi sinar matahari, dan di jurang itu banyak makhluk gila.

Mungkin itu yang membuat petualangan Alice ini terkenal; banyak makhluk jadi-jadian yang semuanya gila.

Serius deh. Selain kesuraman tingkat tinggi yang terdapat dalam dongeng ini, ceritanya juga nyeleneh. Okelah, saya enggak komen bagian yang menyimpang itu, namanya juga dongeng. Dongeng itu ya suatu kehidupan dunia yang tak pernah ada pemikiran terbatas, semua hal tak masuk akal akan menjadi nyata. Jadi kalau kalian udah putus asa, silahkan datang ke dunia dongengmu.

Apa? Aku ngomong apaan nih?

Jujur, agak sulit bagi saya untuk mengerti paragraf demi paragraf, terutama percakapan di buku ini. Ada banyak permainan kata bahasa Inggris yang khas anak-anak. Tapi karena saya tinggal di Indonesia, plesetan itu jadi enggak begitu lucu. Dan gara-gara banyaknya permainan kata inilah, yang membuat percakapannya jadi enggak jelas banget.

Misalnya permainan kata antara tail (ekor) dan tale (dongeng) . Bayangin, yang satu ngomongin tale, yang satu ngomongin tail, tanpa memahami bahwa keduanya membicarakan hal yang sama sekali berlawanan. Kan, buang waktu. Dan gue ga dapat inti dari percakapan ituuu aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,

Itu masih permainan kata. Kalian harus baca saat dimana Ratu terus menerus berkata;
Kau bersalah, Penggal Kepalanya!
PENGGAL KEPALANYA!
PENGGAL KEPALANYA!!!

Ga waras, kan?

Ya ampun. Saya enggak bisa ngebayangin anak-anak membayangkan adegan pemenggalan kepala dalam pikiran mereka saat membaca dongeng ini. Seakan-akan pemenggalan kepala itu hal yang 'luar biasa' biasa. Enggak tahu deh anak-anak di Eropa sana. Tapi saya sih jerih pas bacanya, yah, jujur aja.

Ada juga sih yang buat saya ketawa sedih :

Si algojo berdalih ia tak bisa memenggal kepala yang tak punya badan. Ia tak pernah melakukan itu, dan tak mau memulainya.
Sang Raja berdalih apa saja yang punya kepala dapat dipenggal, dan alasan si algojo tak masuk akal.
Sang Ratu berkata, kalau persoalan itu tidak segera diselesaikan, ia akan memerintahkan semuanya dipenggal tanpa kecuali.

Endingnya tidak terduga, ternyata semua yang dialami si Alice HANYA mimpi.

Aku sangat lega membaca endingnya. Jujur saja, aku benar-benar masuk ke dalam kisah petualangan Alice ini walaupun setengah mati buat ngerti kalimat-kalimatnya. Pas baca endingnya, rasanya sungguhan terbangun seperti Alice, kebingungan melihat matahari senja yang menelisik diantara dedaunan, bingung melihat hilangnya semua makhluk-makhluk itu.
Oh, ternyata mimpi. Ternyata cuma mimpi buruk. Dan aku terbangun dari mimpi buruk itu. Leganya.

Ingat ungkapan terkenal dari Mad Hatter? "Why is a raven like a writing desk?"

Secara keseluruhan, walaupun bagi saya kisahnya 3S (seram, suram, dan sadis) , kisahnya ini mengajarkan tentang dunia anak-anak yang penuh imajinasi. Saya waktu kecil juga suka kayak gitu kok, melakukan 'petualangan beneran' di dunia nyata dengan 'jalan cerita khayalan'. Saya kembali menjadi anak-anak saat membacanya. Saya bisa melihat betapa Alice memercayainya bahwa kelinci itu bisa berbicara. Bahwa dia bisa mengecil seperti semut. Aduh... rindunya...saya jadi ingin kembali ke masa saya bisa terbang ataupun menjadi Putri di Istana Kerajaan.

Percuma deh mengulas cerita ini. Udah kelewatan jaman deh saya. Cerita ini kan dibuat seratus tahun lalu hahahaha. Yah well, selain bahasa yang njelimet, cerita ini...keren.

Ngomong-ngomong, buku ini ada ilustrasinya. Kayaknya ini llustrasi lama...saya cuma berharap ilustrasinya diperbarui. Dikasih warna, misalnya. Enggak cuma hitam. Ilustrasinya di dalamnya agak mengerikan, Alice jadi jelek--ga imut. Dan Alice jadi kayak hantu pas lehernya memanjang.........
Tapi desain kovernya bagus..kayaknya (Mbak?) Ratu Lakhsmita Indira ini mendesain kover di buku-buku klasik GPU ya?

Tokoh favorit saya di bukunya adalah kucing yang seringainya lebar itu. Agak berbeda dengan tokoh favorit saya yang di filmnya Tim Burton. Kalo di film, saya sukanya si kucing sama Mad Hatter.

  • Share:

You Might Also Like

2 comments

  1. boleh tanya beli novel ini dimana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai @Kartika Dinda!. Kemarin saya beli novelnya di Tb. Gramedia di kota saya :)

      Delete