Novel Review : Pulang

By Sheren - Monday, January 04, 2016


Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika Penerbit
Tebal : 400 halaman


Novel Pulang berkisah tentang seseorang yang biasa dipanggil Bujang. Ini adalah kisahnya sejak dia masih berusia 15 tahun, tinggal dikampungnya di Sumatera, hingga salah seorang teman Bapaknya, yang dipanggil Tauke Muda, mengambilnya untuk kemudian dididik dikota.

Tidak hanya sebatas pendidikan akademik--Bujang juga dididik menjadi jagal (tukang pukul) . Dia tumbuh besar dengan mempelajari cara menembak, memukul, bahkan juga belajar untuk menjadi seorang samurai.

Berbeda, tentu saja. Bujang tidak hanya bermain dengan tangan dan kakinya, tetapi juga otaknya. Sempurna. Memperoleh 2 gelar master diluar negeri. Mengerikan. Dengan buas dapat membunuh siapapun yang dia inginkan--yang membuatnya dijuluki Si Babi Hutan.

Dulu, dia yakin dia tidak punya rasa takut. Tidak terhadap siapapun, bahkan bosnya sendiri. Tapi kemudian, ketika semua yakin bahwa keadaan telah mencapai puncak kejayaannya, rasa takut itu menyergap.

Ke-na-pa?

Ini adalah sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit. 

***

Pulang. Judulnya sendu. Kovernya sendu. Akhirnya, diantara sekian banyak karya Pak Darwis, saya melihat kecocokan yang benar-benar cocok antara kover dan judul.

Pulang. Judulnya sendu. Kovernya sendu. Awalnya saya kira ini novel kisahnya seindah kulitnya. Mirip-mirip karya Pak Darwis yang lain (Rindu, Rembulan, sunset, dll). Indah dalam versi saya ini membacanya membuat kita menghela nafas lega, menenangkan, hati menjadi lebih luas, lapang. Dan alur ceritanya gitu juga, memang indah, sama kayak kalian melihat sebuah lukisan yang membuat kalian menerawang jauh, ingin 'mencicipinya'.

Pokoknya gitu deh.

Tapi ternyata. Astaga. Saya ketipu. Enggak menyangka juga. Salah saya sih, enggak baca sinopsis pas awal-awal baca.

Novel ini adalah novel tersadis karya Pak Darwis yang pernah saya baca. Saya enggak nyangka Pak Darwis punya sisi lain yang..buas? Maaf hahaha. Aneh menyadari Pak Darwis yang udah keseringan nulis pakai perasaan, tiba-tiba melenceng jaaaauuuuh ke kekerasan dan darah. Dan benda-benda tajam. Dan kelicikan. Jadi kayak punya 2 kepribadian. Memang sih, Negeri Para Bedebah ataupun Negeri di Ujung Tanduk agak-agak mirip. Tapi enggak sekasar yang ini.

Well, kok rasanya terkhianati gitu ya? Wkwk. Secara, selain judul dan kover, ini kan terbitan Republika, biasanya terbitan Republika lumayan aman. Tapi yang satu ini...-_-

Baiklah. Cukup. Diluar keanehan dari sudut pandang gue, novel ini bagus. Dari luar sampe dalam bagus. Seperti biasa, dengan tak bosannya, Pak Darwis berhasil memukau pembaca lewat kata-katanya yang tetap lembut meskipun ceritanya kasar *apaansih* . Tetap ada makna mendalam di kisah ini. Tetap ada nasehat-nasehat tersirat yang mencengkram perasaan dan ngebuat saya merasa berdosa. Juga ada petunjuk hidup dll. Komplit.
".....Hanya kesetiaan pada prinsiplah yang akan memanggil kesetiaan terbaik.."
Ceritanya mengalir lancar, bergerak maju mundur. Karena sudah terbiasa disuguhi beginian sama Pak Darwis, saya enggak terlalu pusing, lebih mudah mengingat hal-hal yang sudah diceritakan sebelumnya. Juga dengan sabar menunggu satu demi satu misteri terkuak dengan perlahan.

Ide cerita yang saya tangkap disini sederhana : Kembali, pulang. Seperti judulnya. Bukan fisik kita yang pulang, tapi hati. Pak Darwis mengajak kita untuk kembali kepada-Nya *ups *ngebocorin isi cerita.
Tapi meski ide ceritanya sederhana, saya akui jalan ceritanya rumit dan tak terduga. Apa yang dilihat tidak selalu seperti yang terlihat. Ternyata begini. Ternyata begitu. Berlapis-lapis. Berbelok kekanan kekiri.

Ada terlalu banyak tokoh penting disini, tidak bisa saya jabarkan satu persatu. Yeah, semua tokoh dalam buku mengambil masing-masing peran penting yang saling melengkapi. Ada Tauke Besar, Bapaknya Tauke Besar, ada Bujang, ada Bapaknya Bujang, ada bapak dari bapaknya bujang, ada mamanya bujang, ada kakak dari mamanya bujang, ada bapak dari mama dan kakaknya mama bujang. Ada juga bapak dari bapak dari bapak dari bapak dari .................dari mamanya Bujang. Ini sumpah dah, kerumitan keluarga turun menurun, jadi kebanyakan.

Tokoh utama; Bujang. Seperti yang dijelaskan diatas. Sempurna sekaligus mengerikan. Dari kecil maunya jadi tukang pukul. Sok banget. Tapi si Tauke Besar mau dia belajar. Jadi akhirnya dia belajar akademik dan belajar memukul. Bisa menguasai keduanya.  Kaya, kuat, pintar, setia, apalagi yang kurang? Oh hatinya. Hatinya kotor sekali. Kesimpulan, meskipun tokoh utama, Bujang sama sekali bukan karakter favorit saya. Aku hanya ingin mengatakan satu kata kepadanya; bajingan. Gatau deh, dinovel-novel Pak Darwis Tere Liye, saya lebih suka tokoh anak-anak yang manis (enggak pedofil kok) daripada pria dewasa yang agak kelewat sempurna. Soalnya biasa tipe-tipe kayak gini agak..ga masuk akal, dan lagian mereka sombong.

Tokoh favorit saya : Hmmm...hm...hm...hm... enggak tahu. Kopong, salah satu guru Bujang, cukup baik, tapi suka ngebunuh juga. Ah, nyaris semua orang ditokoh ini suka membunuh. Mungkin ada Tuanku Imam atau sebut aja kakak dari mamanya Bujang. Dia baik, punya pesantren. Tapi gimana bisa para bandit kelas dewa gitu dibiarkan berkeliaran, malah berteman (?) .

Kalimat favorit saya?

".....tidak mengapa jika rasa takut itu hadir, sepanjang itu baik, dan menyadari masih ada yang memegang takdir. Dia takut--dia mengakuinya--tapi dia tidak akan lari dari kenyataan itu, melainkan akan menitipkan sisanya kepada takdir Tuhan..."

Kelebihan buku ini : Kovernya bagus. Selain cocok sama judulnya, juga cocok sama ceritanya. Enak dipandang juga. Pantai yang menjadi kover di novel ini, bisa dibilang adalah inti dari cerita, titik balik. Karena... kurang lebih si Bujang mendapat hidayah saat melihat sunrise di pantai, dari kejauhan.
Ceritanya dalam, menegangkan, rumit. Pak Darwis selalu mengajak pembacanya untuk berpikir sebentar, menelaah, memeriksa, mengingat-ingat, mencoba-coba.

Kekurangan : Sadis.

Yah, sekian. Novel ini memang bagus, mengesankan, luar biasa. Tapi tetap saja, ini bukanlah novel favorit saya. Saya masih enggak terima dengan jalan ceritanya. Tukang pukul. Astaga. Walaupun yah.. mau enggak mau saya mengakui, mungkin profesi tukang pukul emang profesi yang paling cocok untuk mendukung ide cerita pulang ini.

Bintang? ****

Buat kalian yang suka thriller, atau lagi mengalami masalah sama hidup, ingin membuka hati, ataupun ingin memafkan diri sendiri (dan bertaubat), maka baca saja buku ini. Buat yang jadi penggemar Pak Darwis (kayak saya) juga silahkan baca buku ini~hehe.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments