My New Normal?

By Sheren - Monday, June 15, 2020

Halo, It's me.

Sudah berbulan-bulan saya tidak lagi produktif di blog. Beberapa kali saya terpikir untuk menulis, tetapi hanya terpatri tipis di otak. Sesampainya di depan laptop, semua menjadi pudar.

Kadang saya hanya menulis sekali sebulan di blog, itupun tentang cerita lama. Lalu kemudian menghilang sama sekali. Beberapa waktu lalu saat awal Juni, saya memang menulis tentang ulang tahun doi. Tetapi itupun tidak bisa dikatakan postingan normal.

Sekarang banyak hal sudah berubah. Saya ingat persis, sejak Senin 16 Maret 2020, seluruh Indonesia terpaksa berada di rumah. Seluruh kegiatan ditiadakan. Saya yang masih kuliah tidak lagi memiliki kelas tatap muka langsung.

Apa yang terjadi pada hari itu? Saat pengumuman bahwa 16 Maret masyarakat harus berada di rumah, saya dan puluhan mahasiswa lainnya sedang berada jauh di atas bukit. Di sebuah desa. Terpencil. Butuh sejam-dua jam dari kota kecil terdekat hingga sampai di desa itu. Bahkan tidak ada sinyal telepon sama sekali. Hanya sepotong demi sepotong berita yang kami dengar.

Setiba di kota, kami harus menghadapi kenyataan bahwa seluruh kegiatan ditiadakan dan silahkan berlindung di rumah masing-masing. 

Segala sesuatunya berjalan menjadi aneh. Harus kukatakan, hidupku menjadi luarbiasa tidak produktif. Selama ini polaku, aku akan belajar dan berkegiatan produktif di luar rumah, seperti di kampus, perpustakaan, cafe, dan lain-lain. Bagi saya rumah adalah tempat istirahat dan bersantai.

Maka saat kami semua terpaksa berada di rumah, untuk beberapa waktu saya mengikuti pola lama ini. Luar biasa banyak bersantai. Tidak mencoba untuk produktif. Hal paling produktif yang saya lakukan selain Kuliah Online dan mengerjakan tugas dari dosen, mungkin hanyalah memasak. Selain itu? Rebahan, bermain game, membaca ulang novel-novel yang sudah berdebu.

Baru sekitar dua bulan berlalu, saya mulai mencoba meniatkan diri saya sebiasanya. Mulai mencari bahan-bahan skripsi, mencoba belajar. Tetapi tidak banyak perubahan. Di kepala saya selalu terngiang-ngiang kalimat, "Nanti saja, masih banyak waktu". Sangat meresahkan. Dan yang paling mengkhawatirkan adalah, saya tidak bisa meningkirkan pemikiran itu. Setelah saya mencetak beberapa jurnal yang menjadi motivasi skripsi, saya hanya mendalaminya satu dua hari, kemudian saya tinggalkan. Belajar juga, satu dua hari semangat, lalu saya tinggalkan. Entah mau jadi apa saya nanti. 

Banyak sekali keresahan di kepala saya. Harus belajar, harus menyiapkan bahan skripsi, Harus mengejar TUTEP (TOEFL) yang belum terurus, lalu harus olahraga. Banyak sekali yang dipikirkan, namun semua itu hanya rencana demi rencana di kepala. Mereka tidak mau keluar untuk dijadikan realita. Lebih tepatnya, tidak saya pinta untuk keluar.

Di tambah lagi saya merasa memiliki tanggung jawab untuk mengajar adik saya yang masih TK dan mau SD. Hal yang terakhir ini tantangan yang luar biasa berat. TK tempat dia belajar tidak sering memberi tugas. Dan saya sendiri? Saya bukan kakak yang cukup baik, dan sama sekali bukan guru yang baik. Saya tidak sanggup mengajar adik kecil saya--bawaannya emosi. Semenjak PSBB ini, saya jadi menghargai guru berkali-kali lipat. Betapa sulitnya mengajar. Tidak sekedar memberi ilmu, tetapi harus memahami dan memberi pemahaman kepada anak-anak. Saya belum mencapai level itu, masih jauh sekali. Adik saya sering menjuluki saya Kak Ros. Yup, saya benar-benar mengomel.

Sekarang sudah memasuki transisi New Normal, dan semoga saya bisa menerapkan pola baru juga dalam kehidupan saya. Saya menulis ini semua untuk sekedar menyampaikan unek-unek selama 3 bulan ini, dan membangun tekad untuk benar-benar serius menata kegiatan sehari-hari saya. Sangat menyebalkan rasanya hanya di rumah, 3 bulan, dan hampir seluruhnya terlewati sia-sia. Dan saya tidak ingin sebulan, tiga bulan, enam bulan, satu tahun, atau mungkin tiga tahun ke depan, hari saya tersia-siakan lagi, dan lagi. I'll try. New Normal. Pola baru. Proses baru.

Semoga saja beberapa bulan ke depan, keadaan New Normal ini menjadi lebih stabil. Jujur saja, selain internal, hal-hal eksternal yang berkaitan dengan kehidupan saya pun sangat tidak stabil. Contoh paling sederhana adalah perkuliahan. Kuliah online ini hampir-hampir menyedihkan. Satu dua dosen benar-benar memberi perkuliahan, satu dua hanya memberi tugas tanpa ada penjelasan materi, satu dua sama sekali tidak ada kabar. Dan saat kuliah online pun, tidak banyak mahasiswa berpartisipasi. Paling banyak mungkin 30 dari 50. Kadang keluar masuk, kadang telat pake banget. Dan hal ini harus sangat ditoleransi, mengingat keterbasan mahasiswa dalam sinyal, atau mungkin uang untuk membeli kuota. Serba salah bukan? Mana UKT tetap bayar lagi. 
Yah semoga saja segala sesuatu tentang New Normal ini, terutama pendidikan, semakin progresif dalam prosesnya. Semoga kesadaran diri ini juga muncul untuk mendisiplinkan diri dalam mencari ilmu--tidak berharap pada dosen-dosen semata.


Wish me luck. Wish you luck. 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments