I'm sick and..

By Sheren - Monday, November 30, 2020

Aku adalah orang yang tidak pernah jauh dari orangtua sejak kecil. Aku besar di kampung halamanku sendiri, sehingga tidak pernah pisah dengan orangtua. Selalu ada 'rumah' untukku kembali setiap hari. Selama kuliah aku juga tidak perlu nge-kos. Ngapain nge-kos kalau ada rumah?

Selama ini, aku tidak pernah terlalu memperhatikan kemudahan hidupku selama didampingi orangtua...hingga hari ini. 

Jadi....aku sakit.

Sudah beberapa hari ini aku sakit begitu saja. Malah sebenarnya, selama pandemi Covid-19 ini, aku jadi sering sekali sakit-sakitan (bukan sakit parah, hanya tidak enak badan yang lumayan mengganggu aktivitas).

Di antara berbagai sakit yang sudah terjadi akhir-akhir ini, mungkin sekaranglah yang paling parah. Sejak dua hari lalu tiba-tiba perutku sakit seperti ada yang menusuk-nusuk. Ditambah mual, pusing kepala, dan demam. Besoknya, demamku langsung naik tinggi. Usut punya usut, ternyata aku terkena iritasi lambung. Untuk orang yang selama ini tidak pernah bermasalah dengan perut (aku tidak punya riwayat maag dll dll) ini sungguh mengejutkan. Aku tipe yang teratur makan dan sejauh ini selalu aman-aman saja. 

Hal yang paling berat dari semua itu adalah, saat ini mamaku sedang keluar kota. Di titik inilah aku menyadari betapa indahnya kehidupan saat orangtua ada di samping kita. Now i'm sick, dan mamaku sedang jauh di kota lain. Sudah 21 tahun, but I still need her.

Dulu setiap ada anak yang sakit, sesibuk apapun beliau kerja, beliau selalu menyempatkan pulang saat jam istirahat untuk melihat keadaan kami yang sakit ini. Membawakan makan siang, memastikan kami minum obat, mengecek keadaan, (mengomel), dll dll. Setelah kami dirasa cukup oke untuk ditinggal, barulah beliau kembali pergi kerja. Aku ingat saat aku sakit parah dulu (typus), aku selalu minta dibelikan donat dan nasi goreng langganan haha. 

Dan beberapa hari ini, aku benar-benar mengurus diriku sendiri. Semua orang rumahku sudah pergi kerja dan kuliah dari pagi. Adikku yang paling kecil dititip ke penitipan anak. Sedang demam-demamnya, aku masih harus mengurus beberapa urusan ke sekolah adik kecilku, kemudian ke rumah sakit sendirian. Intinya semuanya sendirian. Ditambah mualku yang tidak kunjung sembuh sehingga untuk makan sekedar nasi putih saja sudah berat. Saat ke rumah sakit, entah bagaimana thermogun hanya menunjukkan suhu 36,8 C padahal jelas sekali aku merasa demam. Gara-gara thermogun itu, aku jadi tidak diberi obat penurun panas. Di rumah demamku semakin tinggi dan akhirnya mengecek sendiri suhu tubuhku dengan termometer di rumah. Benar saja, suhuku mencapai 38 lebih. Berjam-jam tidak turun juga, aku mengobrak abrik kotak obat di rumah, masih ada paracetamol sisa 2 biji. Dengan putus asa aku meminum 1. 

Ga sih ga putus asa wkwk, aku sudah mencari tahu kandungan obat yang dokter berikan dan tidak ada yang mengandung paracetamol, jadi aku (dengan masih sok tau) memutuskan bahwa paracetamol aman untuk diminum.

Alhamdulillah kenekatakan itu membawa kabar baik. Demamku turun. 

Di antara semua kesulitan-kesulitan itu, ada masa-masa di mana aku sepenuhnya menyerah dan hanya berbaring di kamar sambil berlinang air mata :"). Aku menangisi sakit demam dan mualku yang tak kunjung hilang sekaligus kecewa dengan kesendirian dan kesepianku selama sakit. Manusia saat sehat saja tidak bisa hidup sendiri, apalagi sedang sakit. Aku memang sudah menyiapkan staterpack bertahan hidup selama sakit, yaitu nampan berisi gelas, air kompresan, sepiring ceper nasi putih, yang diletakkan tepat disampingku sehingga tidak perlu ke mana-mana. Tapi tetap saja kan...

Saat aku sedang sakit dan butuh bantuan ini, semua orang di sekelilingku sedang sibuk. Tidak ada satu orangpun yang bisa dimintai tolong. Sambil berlinang air mata, aku menghitung-hitung jumlah temanku, apakah benar-benar sesedikit itu sampai aku sesendirian ini? Aku teringat tentang cerita di salah satu organisasiku dulu, di mana kalau ada anggota yang sakit, maka selalu ada anggota lain yang akan ke rumah, membelikan obat atau makanan. Aku juga teringat tentang anime-anime yang pernah kutonton. Mereka yang sakit selalu didatangi teman. Dibuatkan makanan, atau melakukan apa saja yang dibutuhkan. 

Di sisi lain, aku juga berpikir apakah ini karma karena selama ini aku kurang membantu dan peduli sesama sehingga sekarang sesendirian ini? Mungkin memang aku kurang melakukan banyak kebaikan. 

Yah, aku juga rasanya tidak akan meminta bantuan teman-temanku juga sih, selama pandemi covid ini semua serba berisiko dan harus sangat berhati-hati. 

Sepertinya rasa sakit membuat otakku sedikit mendramatisir keadaan. 

Walaupun begitu aku masih kesepian. It's feel I need somebody. Someone. Siapapun. Sekedar untuk mengambilkan air putih saat aku sakit, misalnya :"). Sekedar lima menit. Aku tidak butuh banyak. Aku tidak butuh 24 jam.

Ah, aku masih punya rumah sendiri, masih ada orang rumah yang datang saat sore. Tapi rasanya sudah begini. Bagaimana dengan orang-orang yang merantau dan tinggal di kos? Pasti berat sekali saat sakit :"). 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments