Seorang Introvert

By Sheren - Sunday, October 11, 2015



PS : 2018, tulisan ini aku ubah mengikuti perkembangan zaman.

*Ini tulisan udah agak lama mendem dilaptop, akhirnya kuposting juga*
Dulu aku kira aku anak yang menyedihkan—pemalu, pendiam, penyendiri. Aku jengkel sekali dengan diri aku karena ‘ga bakat’ ngomong di depan kelas. Ga bisa mencari topik pembicaraan dengan kawan satu kursus atau kelas. Intinya, sulit bergaul. (Kuper, eh?)Sedangkan disekitar aku interaksi sosial terus terjadi. Aku cuma ditengah-tengah. Sendiri. Atau meringkuk dipojokan.

Aku terus-menerus berusaha bisa seenggaknya berbicara di publik, tapi percuma. Gagal. Ah, sebenarnya gue kena penyakit apaan sih?!

Kemudian, disuatu waktu, datanglah hari dimana aku menemukan jati diriku. Jawaban  kenapa aku begitu membenci KURIKULUM 2013. Aku enggak ingat tepatnya kapan, pokoknya pada akhirnya, secara enggak sengaja (makasih Tuhan udah ngasih aku hobi baca buku), aku tahu kalo aku seorang introvert.

Wow. Ternyata kepribadian seperti itu memang ada.

Karena sejatinya, introvert itu bukan seorang pemalu seperti yang kalian kalian pikirkan. Berbeda.
Introvert ini hanyalah tempramen bawaan ‘sejak lahir’. Normal. Tentu saja normal. Sama kayak kalo kalian seorang ekstrovert, itu normal.

Normal, tapi tetap berbeda. Normal, tapi tetap minoritas. Menurut buku yang aku baca, hanya ada 25% orang introvert di dunia ini, sisanya ekstrovert. Woah, cuma seperempat dari populasi dunia. Asik banget.

Aku enggak tahu sih sekarang, itu buku agak lama soalnya. Tapi tetap saja masih menjadi minoritas.

Kami orang-orang berbeda. Dan mungkin kami lahir di tempat yang salah. Kami lahir di lautan manusia-manusia ekstrovert, kami lahir di dunia yang sengaja diciptakan untuk para ekstrovert.

Kami sudah divonis dalam kesepian dan kesendirian.

Hahahaha
.
Well; less is more. Jadi minoritas itu enggak selalu jelek. Apalagi sebenarnya orang-orang introvert ini, jauh dari apa yang terlihat. Kayak sungai yang dalam, tetap tenang tapi ‘menghanyutkan’, tenang, tapi ternyata banyak hal yang bisa dilihat didalamnya. Bukannya sungai yang dangkal, yang cuma bisa dilihat ‘diluarnya aja’, cuma riaknya aja, tapi ya itu tuh, dangkal. 

Introvert, dari berbagai survey yang saya dapatkan, adalah ‘minoritas yang kuat’. Minoritas yang dibutuhkan dalam mayoritas. Minoritas, tapi diisi oleh orang-orang jenius kayak aku.

Dalam hal ini, sama juga kayak jurusan IPS dan IPA. IPA memang mayoritas, tapi yang mengubah dunia adalah manusia-manusia IPS bukan? Manusia-manusia yang cuma dibagi dalam dua kelas dari sembilan kelas di sekolah? *nyindir lagi* *abaikan* .

Saya enggak menyesal sama sekali karena saya menjadi seorang introvert. Salah satu cara yang paling tepat untuk dilakukan saat ini adalah menerimanya, bukan melawannya. Jadikan sifat ini sebagai teman yang memang kita butuhkan. Bukannya musuh yang harus dilawan. Untuk apa menjadi orang lain? Memaksakan seluruh tubuh menjadi sosok ekstrovert? Kalo memang enggak bisa, yaudahlah. Yaudah.

Kalian tahu orang-orang terkenal di dunia ini yang ternyata seorang introvert? Sebut saja Abraham Lincoln, Bill Gates, J.K Rowling.  Dan masih banyak lagi orang-orang hebat diluar sana yang ternyata seorang introvert.

Mungkin kadang-kadang aku masih akan minder, masih akan kesulitan hidup dan menentukan tujuan ditengah-tengah para ekstrovert, tapi enggak masalah. Setidaknya aku tahu aku siapa, dan bisa membimbing diriku sendiri. Perlahan. Dan pasti.

 Ada banyak pekerjaan menyenangkan untuk si introvert, contohnya penulis, desainer, programmer, psikolog, bahkan pustakawan *-* .

Jadi PNS juga bisa :v .

Buat kalian yang masih bingung apakah kalian seorang introvert atau ekstrovert, aku bisa memberi sedikit ‘petunjuk’ , misalnya aja; introvert akan selalu butuh waktu lebih banyak untuk sendiri—lebih senang sendiri, tidak terlalu suka keramaian atau pesta-pesta, biasanya lebih senang mengemukakan pendapat ke sedikit orang saja, ke teman dekat, enggak ke depan umum. Berpikir panjang sebelum berbicara. Lebih senang menyampaikan sesuatu lewat tulisan.



Yah, hal-hal seperti itulah intinya, ada banyak lagi hal-hal mendetail lainnya. Coba saja browsing di internet mengenai tes introvert ekstrovert, dibuku-buku pun banyak.

Oh ya, ga lama ini aku juga baru tahu kalo aku itu introvert yang bertipe plegmatis; si tukang damai yang (anehnya) sarkastis.

Dan well, memang sih. Disebutkan ciri-ciri seorang Plegmatis itu adalah tipe yang netral, mencari jalan pintas tercepat dan ga ribet. Plegmatis juga lebih memilih menyembunyikan emosi untuk menghindari konflik. Aku sendiri memang lebih senang menyembunyikan emosiku--terutama untuk orang-orang yang tidak terlalu dekat. Melapisi, terus melapisi emosiku agar yang keluar adalah yang paling terkontrol. Tentu saja aku pernah marah, kesal, dan kecewa dengan orang. Namun mereka lebih sering tidak mengetahuinya. Aku hanya akan tertawa dan berkata, "Santai saja." It's more better. Aku cukup berharga untuk terlibat dalam konflik yang akan menguras waktu dan tenaga. Jadi selama bisa damai, aku akan tetap berada dalam posisi itu.

Nah, pesan pribadi dariku untuk kalian sih; buat yang introvert, jangan bersusah payah menjadi ekstrovert, tapi lebih baik manfaatkan sebaik-baiknya kelebihan yang kalian miliki sebagai seorang introvert. Aku yakin kalian bakal tetap sukses sukses. Dan buat yang ekstrovert, berhentilah bersikap seakan-akan kami ini seseorang yang rendah. Tatapan tidak percaya saat kami melakukan sesuatu yang tak disangka, sikap tidak perduli, pandangan meremehkan, itu semua menyakitkan :’) *kupernah alami itu* *mohon maaf kesinisannya*

  • Share:

You Might Also Like

5 comments

  1. Hai, aku juga introvert. Dan.. Ya, aku setuju sama pendapat kamu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai jugaa. Iya sama-sama, semoga kita menjadi orang yg berguna dn keren kedepannya :D :'v

      Delete
  2. Ekstrovert yg sukses jrg kutemukan,yg introvert lbh banyak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setiap orang yang mau berusaha pasti bakal sukses :D

      Delete