Transportasi Berbasis Online

By Sheren - Tuesday, March 22, 2016

Jadi pemirsa, lagi-lagi Jakarta membuat heboh tanah air. Demo sopir taksi. Hingga terjadi aksi anarkis. Sempurna.

Saya yakin kalian sudah tahu permasalahannya, penolakan terhadap transportasi berbasis online.




Well...well..well.. Tidak bisa dipungkiri, ini adalah masalah yang memusingkan. Layaknya buah simalakama. Mengizinkan atau tidak mengizinkan transportasi online akan sama-sama ada ruginya.

Saya tinggal jauh di Kalimantan, tidak terkena imbasnya Ojek Online dsb itu. Tetapi karena kasus ini terus-menerus di beritakan, saya pun tertarik mendengarnya. Memang rumit. Kalau kita mencoba melihat dari sisi sopir-sopir yang menawarkan jasa transportasi tanpa online, kita seharusnya dapat mengerti bahwa ini masalah besar. Masalah berat. Bayangkanlah misalnya, mereka, sudah bertahun-tahun berjuang, cari kerja sana-sini, memeras peluh keringat seharian setelah mendapat pekerjaan, bertahan panas pengap menunggu -penumpang, dan sekarang, pekerjaan mereka di rebut begitu saja? Semudah itu? Apa artinya perjuangan mereka dulu? Dan yang lebih kejam, teknologi lah yang merebut pekerjaan mereka. Teknologi-lah yang mengikis kesempatan mereka.

Saya bisa bersimpati.. pasti memang sulit sekali, menggelisahkan, merasa terancam. Mereka bisa kehilangan pekerjaan kapan saja, besok, lusa. Kalau teknologi itu terus dikembangkan dan diberi izin masuk, maka tidak ada lagi janji masa depan.. Kerugian demi kerugian akan muncul secara berkala.

Ah, begitulah kira-kira.

Tapi....yah...saya harus mengatakan tapi.

Di sini saya bukanlah sopir. Saya bisa dikatakan sebagai konsumen. Dan sebagai konsumen, saya pribadi akan lebih mendukung transportasi berbasis online. Tentu saja manusia selalu mencari celah dalam ruang tertutup. Itu juga yang dilakukan saya, mencari hal-hal yang lebih nyaman. Kita tidak bisa menyingkirkan transportasi berbasis online begitu saja. Ini adalah 'dunia bisnis', inovasi dan kreativitas di butuhkan. Dan ketika ada seseorang yang menawarkannya, kenapa tidak? Siapa yang berusaha dialah yang unggul. Itu bukannya bentuk ketidakadilan. Sekali lagi, ini adalah bisnis, lomba, mencari laba, profit.

Bukankah seperti inilah dunia? Segala sesuatu terus menerus berkembang. Dulu becak, lalu ada taksi. Nah, pada akhirnya becak kalah bukan? Meskipun taksi lebih mahal dan membuat polusi udara, orang-orang lebih suka naik taksi. Karena fasilitas dalam taksi lebih lengkap, dan perjalanan menjadi jauh lebih cepat.

Sekarang pun begitu juga, meskipun kasusnya adalah online tidak online. Tranportasi berbasis online jelas-jelas lebih unggul. Cepat dan praktis. Siapa yang mau menunggu di pangkalan terminal, kalau ada android di tangan?

Dan sudah saatnya juga Indonesia harus menerima perubahan. Indonesia harus terbuka dengan arus teknologi yang datang menghampiri, bukannya menahannya, menolaknya. Inilah cara supaya Indonesia bisa sungguhan maju, dengan memelihara bibit-bibit yang unggul, yang menjanjikan. Apalagi yang bisa di harapkan? Apalagi sekarang sedang asik-asiknya MEA, kita harus pintar-pintar mencari kesempatan. Keberhasilan transportasi berbasis online itu (menurut terawangan saya) menjanjikan sekali. Tidak ada salahnya mencoba, tidak ada salahnya berani. Jangan kalah dengan pihak-pihak yang mencoba menghambat. Sudah saatnya kita keluar dari gua, lepas dari zona nyaman yang mengukung.

Penuh resiko, tentu saja. Mungkin saja akan banyak pengangguran. Tetapi sebanding dengan apa yang akan di dapat kelak, jika memang diurus baik-baik dan bertanggung jawab, bukan misalnya dengan--lagi-lagi korupsi dsb.

Lalu, bagaimana dengan para sopir yang tergantung-gantung nasibnya itu, kalau misalnya transportasi online tetap diizinkan berkelana? Ya jawabannya adalah beradaptasi. Sulit memang, saya enggak bilang itu mudah. Lebih nyaman terdengar di mulut daripada dilakukan. Tetapi memang tidak ada pilihan lain. Dulu pun begitu, saat kita harus memakai surat untuk menghubungi orang, kemudian ada telepon, lalu ponsel, dan sekarang malah sudah ada 4G. Orang-orang yang sulit beradaptasi ya akan tetap bertahan sekenanya. Sedangkan beberapa lainnya, jika mereka mampu beradaptasi, akan menggunakan smartphone meski sudah punya cucu sekali pun. Nah, beradaptasilah dengan teknologi yang ada. Atau, carilah inovasi lain yang menarik konsumen. Sama-sama beradaptasi, sih.

Sekali lagi, saya prihatin dengan nasib sopir yang semakin lama semakin tergeser oleh teknologi. Tetapi disisi lain, saya juga mendukung transportasi online (meski di kota saya tidak ada hahaha). Semoga saja transportasi berbasis online akan dipertahankan, dan sekaligus mencari jalan keluar untuk tukang ojek maupun sopir angkutan umum lain yang tidak memakai fasilitas online. Semua ini, menurut hemat saya, adalah demi manfaat yang lebih besar.

Peace (y)

  • Share:

You Might Also Like

0 comments