Novel Review : Pride and Prejudice

By Sheren - Wednesday, March 30, 2016


Judul Buku : Pride and Prejudice
Penulis : Jane Austen
Penerbit : Penerbit Qanita
Tebal : 585 hal.

Pride and Prejudice adalah sebuah novel klasik yang diterbitkan pertama kali kurang lebih dua ratus tahun lalu. Tema utama dari novel klasik ini adalah cinta, yang dikekang oleh perbedaan derajat serta prasangka. Selain itu, novel ini juga menggambarkan kehidupan Inggris pada saat itu.

Mr. dan Mrs. Bennet adalah sepasang suami istri yang memiliki 5 orang anak yang kecantikannya terkenal di sekitar wilayah tersebut. Mr. Bennet adalah seorang yang penuh dengan humor sinis dan acuh tak acuh, sedangkan Mrs. Bennet adalah seorang wanita yang cita-citanya adalah melihat kelima orang gadisnya menikah, sangat cerewet, tidak tahu malu, dan mendambakan harta benda (juga). Anak-anak mereka memiliki beragam sifat, ada si sulung Jane, yang kecantikannya memukau, dan sangat baik hati, selalu memikirkan apapun dari segi positifnya, berhati lembut, tidak pernah menaruh dendam. Elizabeth adalah sosok feminis yang pintar, tegas, juga ceria, dan sebenarnya merupakan tokoh utama dari seluruh kisah ini. Mary adalah gadis yang paling biasa-biasa saja dan pekerjaannya hanya membaca dan bermain musik. Kitty (Catherine) dan Lydia adalah yang 'paling' parah, mereka termasuk dalam kategori cewek-cewek genit, bodoh, tidak tahu diri, dan tidak sopan.

Suatu hari, daerah mereka kedatangan 'tetangga' baru yang akan menempati sebuah rumah mewah. Pendatang itu adalah Mr. Bingley, kedua saudaranya, serta Mr. Darcy. Mereka semua pun melewati hari-hari yang penuh kesibukan dan pengharapan. Mrs. Bennet berharap Mr. Bingley dapat menikahi salah satu anaknya kelak. Semua warga bersuka cita menyambut Mr. Bingley yang ramah, ceria, dan penuh perhatian, namun Mr. Darcy justru mendapat sambutan sebaliknya. Mr. Darcy dinilai sebagai sosok yang angkuh dan dingin. Kedatangannya mengundang cemooh dan kebencian.

Di mata Elizabeth sendiri , Mr. Darcy tidak pernah menjadi sosok yang memesona. Baginya, laki-laki itu angkuh, sombong, dan menyebalkan. Elizabeth membenci tatapannya yang merendahkan, cara bicaranya yang meremehkan, dan segala hal tentang bangsawan kaya raya itu. Kebencian itu semakin bertambah ketika Elizabeth tahu bahwa Mr. Darcy telah melakukan hal yang menurutnya tidak bisa dimaafkan, yaitu ikut campur dalam urusan percintaan antara Kakak Elizabeth dan sahabat Mr. Darcy.

Tanpa disadari Elizabeth, Mr. Darcy ternyata telah mencintainya sedemikian rupa dan melamarnya. Namun Elizabeth menolak lamaran itu dengan cara menyakitkan dan bahkan melemparkan dua tuduhan kasar kepada Mr. Darcy. Mr. Darcy, yang tidak menyangka lamarannya ditolak dengan cara sehina itu, esoknya memberi surat kepada Elizabeth dan menjelaskan dua tuduhan Elizabeth kepadanya, kemudian pergi meninggalkan Elizabeth.

Lambat laun setelah membaca surat itu dan lewat kejadian-kejadian tak terduga lainnya, Elizabeth akhirnya memahami sisi lain Mr. Darcy dan menerima kenyataan akan kebaikannya yang tersembunyi. Dan, ketika akhirnya gadis itu menyadari perasaannya kepada Mr. Darcy telah berkembang menjadi cinta, dia pun jadi ragu, akankah dia bisa menebus prasangkanya, yang sangat buruk pada laki-laki itu? Lalu, akankah cintanya yang baru tumbuh itu menjadi sia-sia?

***

Butuh waktu yang lama bagi saya untuk akhirnya mengagumi novel klasik ini. Sudah sejak bertahun-tahun yang lalu saya membaca novel ini pertama kali.Entahlah, mungkin saya membaca di umur yang salah waktu itu, sehingga saya nyaris tidak bisa menikmatinya. Ada banyak hal-hal yang saya cela di novel ini waktu itu. Saya sungguh-sungguh bingung, kenapa novel muluk-muluk seperti ini bisa jadi populer, bahkan setelah dua ratus tahun lamanya? Saya jadi sangat-sangat malas membacanya, dan akhirnya baru benar-benar selesai membacanya setelah satu bulan penuh.

Namun, lambat laun, setelah lama meninggalkan buku ini, saya menjadi kembali penasaran, terpikat. Sudah menjadi kebiasaan lama saya untuk membaca kembali buku-buku yang sudah pernah saya baca. Akhirnya saya, untuk kedua kalinya, mencoba untuk membaca kembali. Tetapi saat itu tidak semuanya saya baca, hanya bagian-bagian tertentu yang saya sukai, terutama bagian dimana Elizabeth dan Mr. Darcy sudah saling memahami satu sama lain, alias ending cerita. Selang beberapa waktu, saya mencoba membacanya, lagi, lebih banyak, meskipun masih sering melewatkan beberapa bagian dengan sengaja.

Dan sekarang, lagi-lagi saya mencoba membacanya, kali ini dengan 'prasangka' yang berbeda. Hasil yang saya dapat mengejutkan. Inilah dia ulasan yang sebenarnya ;

Tema yang diambil Jane Austen, mungkin pada saat ini menjadi tema yang basi, namun tetap disukai secara keseluruhan. Klise, benci menjadi cinta. Klise, cinta dihalangi oleh perbedaan kasta. Happy ever after. Inilah salah satu kekuatan novel ini. Siapa yang tidak mau dengan cerita cinta yang manis dan berujung bahagia?

Saya suka dengan endingnya, tetapi bukan itu yang sekarang membuat saya secara berangsur-angsur mengagumi novel ini.

Jane Austen adalah penulis yang pintar dan pengetahuannya akan berbahasa tak diragukan, tentu saja. Saya membaca buku ini perlahan-lahan untuk menyerap penuh kata-kata di dalam novel ini, meski hanya satu dua kata. Dan entah bagaimana, sekarang saya begitu terpana. Sekali lagi, Jane Austen adalah penulis yang cerdas pada jamannya. Bahkan jika dibandingkan dengan penulis masa kini, saya akan lebih memuji Jane Austen. Beliau sangat detail, sangat sabar, menjabarkan seluruh hal dalam kisah ini, hal-hal paling kecil sekali pun.

Percakapan-percakapan yang dulu saya anggap sebagai basa-basi yang membuang waktu, sekarang malah begitu memikatnya. Itu percakapan yang cerdas dan menunjukkan kekayaan isi buku. Dari percakapan itulah kita memahami peringai masing-masing tokoh secara lebih gamblang. Jane Austen sama-sekali tidak terburu-buru membawakan kisahnya. Ceritanya berjalan lambat...seperti siput. Sebenarnya bukan termasuk selera saya. Namun...well, entah kenapa kali ini baik-baik saja. Sebulan, dua bulan, dua tahun, akhirnya berlalu. Pokoknya ya gitu, kayak kehidupan sehari-hari yang di jalani, enggak hanya membahas satu topik melulu;cinta, tapi juga merujuk pada hal-hal yang lebih luas, dan bahkan lebih bermanfaat untuk mengetahui jenis kehidupan di Inggris abad ke-19. Hubungan antar tetangga, kebiasaan orang Inggris, arsiktekturnya.

Jane Austen menceritakan kisahnya secara polos, terbuka, jujur, apa-adanya. Dia tidak menahan diri untuk mendeskripsikan tingkah laku seseorang. Dia melakukannya melalui percakapan dan sikap. Dan dia juga sangat berbakat sekali dalam menjelaskan isi hati, sikap, tokoh-tokoh secara alami, selayaknya di kehidupan nyata. Itu semua membuat saya terheran-heran. Kadang-kadang tokoh di dalam novel di tulis secara Mary Sue dan Gary Stu, alias manusia super sempurna. Namun kekurangan dan kelebihan di novel ini dibagi secara seimbang.

Kekurangan dalam novel ini masih ada. Mungkin kekurangan saya juga. Yaitu terlalu banyak nama tokoh dan tempat. Saya agak kesulitan untuk mengingat segala macam nama itu. Belum lagi kadang-kadang ada pemanggilan yang berbeda, misalnya, kadang-kadang seseorang dipanggil Catherine, lalu Kitty, kemudian dipanggil Miss Bennet (ini hanya contoh), belum lagi ada sosok lain yang juga bernama Catherine. Kenapa harus ada nama yang sama? Emangnya seberapa sedikitnya sih nama di Inggris--" .

Meskipun ini novel klasik, tetap saja ada humor yang membuat tertawa. Well, jujur, ini adalah salah satu bagian yang sangat menghibur dari saya. Bahkan sejak pertama kali membaca novel ini, saya langsung suka dengan humor yang dibuat oleh Jane Austen. Humor-humor ini terutama disampaikan oleh Mr. Bennet, ayah Elizabeth, yang memiliki sifat sarkastis sehingga humor-humornya cukup tajam dan membuat kita tertawa miris.

"....Seandainya pamanmu yang melakukan semuanya, aku tentu akan dan harus membayarnya; tetapi pemuda yang sedang dimabuk cintalah yang menanggung semuanya. Aku akan menawarkan pembayaran kepadanya besok, lalu dia tentu akan meracau tentang cintanya kepadamu, dan masalah ini pun berakhir."

Banyak tokoh yang bisa dengan mudah disukai dalam novel ini. Meskipun Elizabeth Bennet adalah tokoh yang secara umum disukai para pembaca, saya enggak langsung menyukainya secara mendalam. Sosok pertama yang saya sukai adalah Mr. Bennet, kemudian Jane Bennet, lalu Mr. Bingley, lalu (baru) Elizabeth, lalu Mr. Darcy. Yang saya sukai pertama adalah Mr. Bennet, namun yang pada akhirnya paling saya suka adalah Mr. Darcy. Mr. Bennet saya sukai karena sikapnya yang santai, suka membaca, menyendiri, periang, serta memiliki humor pintar, dan saya suka Mr. Darcy karena Mr. Darcy itu tokoh yang sangat rumit, tak disangka-sangka, dan memiliki kebaikan hati yang membuat saya sesak nafas sekaligus berharap andai sosok seperti Mr. Darcy ada di dunia nyata dan sosok itu mencintai saya. HAHAHAHAHA.

Dulu, saat membaca novelnya, saya berkali-kali menskip beberapa bagian saat membacanya, terutama saat dibagian percakapan (yang menurut saya membosankan). Tetapi sekarang saya sungguh menikmati setiap lembar yang saya baca, tidak satupun terlewatkan. Entahlah bagaimana bisa perasaan saya terhadap buku ini berubah begitu saja. Saya pun tidak mengerti.

Oke. Pokoknya, saya harus menyimpulkan, pada akhirnya saya pun mengagumi dan bahkan mencintai kisah novel klasik ini. Saya menyukainya bukan karena tema yang diambil, tetapi lebih karena gaya penulisan Jane Austen yang akhirnya saya pahami (sesudah cukup umur). Setelah membacanya berulang kali, akhirnya saya ikut tenggelam ke dalam buku ini. Benar-benar menyimak tulisannya sebagai gaya menulis yang indah, anggun, dan cermat.

Bintang 4 untuk buku ini. Selain kekurangan pada terlalu banyak nama, saya harus memperhitungkan bahwa butuh waktu lama untuk dapat menikmati buku ini secara penuh, dan juga kovernya sungguhan tidak bagus.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments