Novel Review : Kereta Pagi Menuju Den Haag

By Sheren - Friday, March 27, 2015


Judul : (Kumpulan Cerpen) Kereta Pagi Menuju Den Haag
Penulis : Rilda Aprisanti Oelangan Taneko
Penerbit : Pensil-324
Tebal : 332 Halaman


"Tetapi aku sudah berjanji padamu, Re. Dan aku telah berjanji pada diriku sendiri. Dan aku tahu bahwa janji harus ditepati."
'Kereta Pagi Menuju Den Haag' adalah salah satu judul cerpen dari 17 Cerpen yang ada di buku ini. Dan kutipan di ataspun adalah salah satu kalimat yang saya kutip dari cerpen itu.

Tapi saya tidak akan menggambarkan secara spesifik salah satu cerpen dari sekian banyak cerpen itu. Biarkan klian sendiri yang membacanya (Jika kalian ingin.) . Saya hanya akan menuliskan garis besar kesan kesan saya setelah membaca buku ini.

Seperti biasa, saya menemukan buku ini di perpustakaan. Baru saya lihat, karena kayaknya memang baru dikembalikan oleh peminjam sebelumnya. Saat saya 'tidak sengaja' melirik buku ini, tiba-tiba saya langsung jatuh cinta dengan buku ini pada pandangan pertama! Saya tidak tahu apa persisnya yang menjadi daya tarik buku ini terhadap saya. Mungkin saja kovernya, ya, pastilah kovernya. Melihat kover (sekaligus judulnya) saya langsung merasa seakan pergi jauuuuuuhhhh dari tempat saya berdiri dan menuju tempat yang berada di dalam kover itu, bunga-bunga tulip, bukit, melihat kereta api, ah, indahnya..

Jadi, tanpa pikir panjang lagi, saya langsung mengambil buku itu dan meminjamnya. Benar-benar hal yang aneh, karena saya bukan tipe yang suka membaca cerpen yang dijadikan satu kumpulan di dalam sebuah buku. Tetapi khusus untuk buku ini...yah, begitu saja saya menerimanya, bahkan sangat tidak sabar untuk membacanya, saya merasa saya akan menemukan sesuatu yang indah dan menakjubkan di buku ini.

Dan memang benar begitu.

17 cerita pendek. Dan semuanya adalah cerita-cerita menakjubkan.

Kisah-kisah di buku ini bukanlah kisah menegangkan yang penuh petualangan di dunia fantasi seperti yang menjadi favorit saya selama ini. Kisah-kisah di buku ini adalah kisah yang ada di sekeliling kehidupan kita, kisah-kisah yang seringkali kita abaikan akan tetapi juga tidak akan hilang.
Semua tawa, tangis, perjuangan, impian, perasaan-perasaan, semangatnya, semua menjadi begitu nyata, bahkan (bagi saya) kadang-kadang lebih nyata daripada kenyataan yang ada disekeliling kita.

Ini adalah cerita-cerita kecil tentang kehidupan. Cerita-cerita yang begitu indah dan menawan. Di riangkai dengan kata-kata yang selalu penuh makna.

"Aku masih muda. Aku masih ingin terus belajar dan menjadi bagian dari manusia-manusia antarbangsa. Aku masih ingin terus bertumbuh hingga pada ketinggian langit dapat kusematkan mimpiku. Menyaksikan mimpi itu berubah menjadi sebuah bintang, yang berkilau terang bersama jutaan mimpi-mimpi milik jutaan manusia dari seluruh penjuru dunia. Bintang yang kecil nan jauh namun mampu menunjukkan jalan pulang, jikalau suatu saat engkau tersesat di malam yang gelap. Di belahan bumi mana pun kau berada"
"Bagaimana mungkin kalian mengharapkan bantuan dari negara lain jika kalian sendiri tidak bisa meminta bantuan pada orang-orang kaya di negara kalian? Bagaimana mungkin kalian meminta bantuan dari pajak rakyat Amerika atau Eropa, pajak yang dibayar dari jerih payah masyarakat kami, jika kalian membiarkan orang-orang kaya tidak membayar pajak besar di negara kalian sendiri ataupun bahkan membiarkan pajak yang ada di korupsi?"
"Bukan karena dijajah lah kalian menjadi miskin namun karena miskin lah kalian bisa dijajah-"
"-Tentu saja saya tidak bicara tentang kekayaan alam."
3 Kutipan di atas adalah contoh dari apa yang saya sebut 'sangat bermakna,' ketiga-tiganya saya ambil dari cerpen yang berjudul Manusia Antarbangsa. Saya benar-benar tidak kuat untuk tidak menuliskan ketiga-tiganya. Terutama yang dua terakhir yang menurut saya sangat menusuk perasaan :')

Well, intinya, ini adalah cerita tentang kebahagiaan, kepahitan, cinta, persahabatan, impian, keputusasaan, pahit-manis-senang-susah hidup di Negeri orang (Juga hidup di Negeri sendiri) . Sang penulis (di buku dibilang temen-temennya manggil dia Ara, jadi saya ikutan ah, Mbak atau Ibu atau Tante? Mbak aja deh ya, walaupun saya yakin umur beda jauh banget) , sekali lagi, Sang Penulis, Mbak Ara, sangat hebat dalam merangkai kata-tiap kata, kalimat demi kalimat, paragraf per paragraf. Jarang sekali saya menemukan kisah-kisah indah yang benaaaaar benaar indah seperti ini, apalagi (sekali lagi) dengan kata yang dirangkai indah.

Terutama adalah bagaimana Mbak Ara menuliskan detail tentang keindahan masing-masing tempat. Membawa kita dapat berimajinasi begitu jauh. Saat dia bercerita tentang suatu kampung di Indonesia (Saya lupa nama tempatnya apa) , saya jadi ingiiiiin sekali kesana, dan saat dia menceritakan betapa si tokoh sangat merindui buah rambutan, durian, tek-wan, dll dll, saya jadi ikut kepengen makan itu, bahkan buat yang belum pernah saya coba kayak tek-wan. Sampai sekarang saya masih kepikiran tentang selezat apa sih tek-wan ?
Begitu juga saat dia menceritakan keindahan demi keindahan tempat lainnya, seperti Maastricht, Sungai Maas, taman-taman di Eropa sana, Den Haag, dan juga kota-kota lainnya, saya langsung sangat ingin kesana dan tiba-tiba jadi pengen belajar serius supaya bisa mendapat beasiswa kesana (Walaupun saya tahu tak akan semudah yang dibayangkan).

Matahari bersinar lembut. Semilir angin berpusar tenang.
Satu-dua merpati hingga di bangku kayu panjang di bawah pohon maple tua....
Asik kan penulisannya? Semua ceritanya sangat mengesankan. Saya tidak kecewa meminjam buku ini. Dimulai dari kovernya yang entah mengapa membuat saya jatuh cinta dan membuat saya enggak keberatan dengan yang namanya 'cerpen' , saya juga jatuh cinta dengan cerita-cerita yang disuguhkan di dalamnya. Betapa luar biasanya, Mbak Ara ini. Membuat saya menghela nafas bahagia saat selesai, sekaligus membuat saya iri, iri dengan sebagian besar tokoh di cerpen ini karena dapat mengunjungi tempat-tempat indah tersebut.

Dikata pengantar tertulis, kerangka dari kisah-kisahnya ada fiksi. Ya ampun, saya nyaris enggak percaya kisah-kisah ini adalah fiksi, rasanya begitu nyata.

Kekurangan buku ini? Hhmm, setiap akhir cerpennya selalu buat saya penasaraaaan, saya ingin lebih dan lebih banyak kelanjutan di tiap cerpennya.

Dan betapa inginnya saya memiliki buku ini untuk diri saya sendiri, sehingga saya bisa membacanya ulang, ditengah kesibukan-kesibukan saya sebagai pelajar, ditengah stress yang melanda kalau ada 'terlalu banyak' tugas. Aaaaaaaaaa, saya benar-benar pengen punya buku ini. 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments