Review Novel : Bulan

By Sheren - Sunday, March 22, 2015

Judul : Bulan
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 396 Halaman













"Hadirin, tahun ini kita akan memiliki kontingen kesepuluh untuk pertama kalinya dalam sejarah festival. Kontingen ini tidak datang dari Klan Matahari, tapi dari sekutu lama kita, Klan Bulan. Mari kita memberikan salut untuk kontingen kesepuluh."
Raib, Seli, Ali, dan Ily tidak menyangka bahwa mereka akan mengikuti kompetisi berbahaya saat mereka pergi melewati dunia paralel, ke Klan Matahari. Awalnya mereka berempat, bersama guru matematika mereka, Miss Selena, dan juga Av, tetua dari Klan Bulan, pergi ke Klan Matahari untuk membujuk kembali mereka agar mau bersekutu dengan Klan Bulan serta memperingatkan mereka akan adanya perang besar.

Apapun yang dilakukan Av untuk menolak mengikuti kompetisi itu, tidak membuahkan hasil. Raib, Seli, Ali, dan Ily tetap dipaksa untuk mengikuti kompetisi ini dengan alasan sebagai suatu kehormatan dan cara terbaik untuk menunjukkan bahwa Klan Bulan dan Klan Matahari sudah saling percaya. Mereka berempat mau tidak mau ikut, walaupun sebenarnya umur mereka tidak memenuhi syarat untuk mengikuti kompetisi ini, dan mereka berempat sama sekali belum berpengalaman.

"Aku tahu kompetisi ini, Mala-tara-tana. Berhentilah bicara ini hanya sebuah festival. Aku membaca gulungan sejarah Klan Matahari di perpustakaan kami. Kompetisi menemukan bunga matahari pertama yang mekar adalah kompetisi paling mematikan Klan Matahari...."
Jadi begitulah, Raib, Seli, Ali, dan Ily mau tidak mau mengikuti kompetisi menemukan bunga matahari pertama yang mekar itu. Melewati hutan-hutan, gunung, danau. Takjub oleh pemandangan yang luar biasa indah di dunia Klan Matahari. Melawan hewan-hewan buas (Yang bahkan lebih buas dan berkali-kali lipat lebih besar daripada hewan di bumi) yang dapat membunuh mereka. Mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh alam. Kadang-kadang mereka harus melakukan pengorbanan besar dan memutar otak untuk berhasil melewati rintangan demi rintangan, bahkan mereka pernah harus menjawab tebak-tebakan membingungkan dari pemilik perahu agar sang pemilik perahu mau menyebrangkan mereka ke seberang danau.

"Terserah jika kalian tidak mau menjawabnya, silahkan memutari danau besar ini."

Apakah Raib, Seli, Ali, dan Ily dapat melewati semua rintangan mengerikan itu dan menemukan bunga matahari? Dan apa sebenarnya tujuan konsil Klan Matahari untuk mengikutsertakan mereka dalam kompetisi mematikan ini?

***
Akhirnya! Itulah yang pertama kali saya pikirkan saat buku ini 'akhirnya' muncul di toko buku di kota saya. Buku ini adalah sekuel dari buku pertamanya, Bumi, yang terbit di tahun 2014. Buku yang saya tunggu-tunggu selama setahun terakhir, harap-harap cemas kapan akhirnya buku itu terbit.

Saat membaca buku ini, terasa sekali kekhasan tulisan Tere Liye dalam buku ini, entahlah, mungkin karena saya sudah banyak membaca karya-karya Tere Liye, jadi tidak sulit untuk merasakannya.

Seperti biasa saya menikmati buku ini. Pak Tere Liye pandai sekali memilah kata-kata sehingga menjadi kalimat yang menarik. Setiap halamannya membawa kita ke halaman lain, dan semakin ke halaman lain, kita semakin penasaran. Inilah salah satu kelebihan Pak Tere, dia selalu bisa membuat kita penasaran setengah mati, seenaknya memeberi pertanyaan demi pertanyaan disana disini, lantas baru kemudian diungkapkan dengan sedikit demi sedikit di ujung cerita, seakan menguji kesabaran kita.

Bukan hanya itu, Pak Tere juga menuliskan karakteristik tokoh dengan baik, menunjukkan sikap si tokoh lewat tingkah laku mereka selama petualangan, dan sikapnya begitu alami, maksudnya yah, enggak terlalu dewasa, masih sepolos anak-anak di usia mereka. Sifat dan sikap mereka juga dibuat saling melengkapi satu sama lain, Raib adalah gadis yang tangguh dan pemberani, Ali adalah anak lelaki yang sangat pintar dan crdik, mengimbangi dirinya yang tidak memiliki kekuatan sama sekali seperti Raib dan Seli. Sedangkan Seli adalah gadis yang setia kawan, dan Ily adalah sosok lelaki yang hebat, dan Raib berpendapat bahwa dia memiliki sikap seorang kakak;

'Dia seperti kakak kalian yang paling ideal, menyenangkan diajak bicara, dan baik hati'.
Dari keempat tokoh utama itu, yang paling saya sukai adalah Ily. Tentu aja alasannya mudah ditebak; dia dikatakan tampan, dan lagi Ily itu pintar, rendah hati, tidak kenal lelah, bersemangat, dislipin, dan, pokoknya segalanya deh, sayang dia kadang-kadang agak keras kepala, walaupun dibalik itu dia juga lebih sering mengalah, dan sadar akan kekeras kepala-annya.
Tokoh yang paling tidak saya sukai..entahlah, sebenarnya masing-masing -punya kekurangan tersendiri, tetapi bagi saya, mungkin yang paling lemah adalah Seli, tetapi dia juga tidak banyak mengeluh, dia rela melakukan apapun demi temannya. Dan tentu saja, Ali memang adalah yang paling menyebalkan, tapi walau begitu saya enggak bisa enggak menyukainya, karena dibalik itu dia memang sangat baik, dan dia banyak sekali membantu teman-temannya kalo udah dalam urusan 'otak'. Sedangkan Raib, hm, well, saya lebih sering sebal dengan Raib daripada Ali, menurut saya kadang-kadang dia agak...gimana gitu.

Sebenarnya, semua imajinasi Pak Tere ini menakjubkan, dia bisa menggambarkan latar tempat dengan detail, sehingga saat dia (misalnya) menuliskan pemandangan indah, kita seakan-akan memang berada di depan pemandangan indah itu, melihatnya secara langsung. Hanya saja.. yah, selama membaca buku ini, saya enggak bisa mengenyahkan pikiran saya kalau novel ini temanya, jalan cerita, maupun keseluruhan isinya, mirip sekali dengan beberapa novel lain, contohnya Hunger Games, juga Harry Potter. Ini dibuktikan dengan mereka (Raib dkk) masuk ke dalam 'permainan' yang tidak mereka inginkan (Kalo di Harry Potter, tema ini mirip dengan cerita di Harry Potter and The Goblet of Fire) , kemudian teknologi mereka yang amat tinggi, model kompetisi yang berada di dalam hutan, menghadapi hewan-hewan buas, jelas-jelas mirip sekali dengan apa yang ada di Hunger Games. Bahkan terkadang saya merasa ada unsur Narnia dan novel-novel lain masuk ke dalam cerita ini, enggak jelas sih apa persisnya.

Intinya, kekurangan yang itu jelas sekali tampak. Jadi karya Pak Tere yang ini, baik yang Bumi maupun yang Bulan, enggak terasa ke'orisinil'annya, sebaliknya, malah kerasa kayak meniru.  Well, saya enggak bermaksud nge-judge ya. Mungkin aja ini suatu kebetulan yang sangat kebetulan. 'Kebetulan' novel Harry Potter dan novel Hunger Games dan novel-novel lainnya itu kebetulan terbit duluan, sedangkan Pak Tere, yang punya ide yang 'kebetulan' sama, karya-nya terbit akhiran, jadi dikata niru, mengambil tema/jalan cerita yang sama. Tapi yah.. cuma Pak Tere yang tahu apakah itu meniru atau tidak.

Kekurangan berikutnya, kover dari novel Bulan ini benar-benar (sorry) parah. Memang sih, isi kovernya ini sedikit menggambarkan isinya, akan tetapi pasti bisa lebih keren, eMTe (sang ilustrator) -kan emang ahlinya, saya pernah melihat gambar-gambarnya di salah satu buku lain dan ilustrasinya lumayan, tapi kok ini.. norak mungkin kata yang tepat. Saya benar-benar berharap novel ini mendapat kover yang lebih indah, dan tentunya lebih menarik. Novel ini-kan novel fantasi, dan bisa juga dibilang novel untuk remaja, seharusnya kovernya bisa lebih baik, lebih cerah, dan pokoknya... enggak kayak gini deh kovernya. Pas melihat kovernya, saya malah merasakan kesuraman, kehampaan, dan seakan-akan tokoh utama tersesat di padang rumput yang luas. (Tersesat di padang rumput? Hah, yang bener aja.)

Kemudian, kekurangan yang ketiga dan terakhir, novel ini mahal harganya! Saya enggak tau di kota lain, tapi di kota saya harganya diatas seratus ribu! Ini enggak normal, ini bukan harga normal. Saya tahu harga novel normal (bahkan yang bagus dan tebal) itu harganya dibawah seratus ribu. Jarang sekali adalah harga novel seratus ribu keatas, bahkan biasanya novel kayak gitu itu novel terjemahan, kayak Twilight, Harry Potter, Mortal Instruments, dan itu novel emang tebal-tebal-_- terkenal lagi. Bahkan Hunger Games aja ga sampe seratus.
Iya sih saya tahu karya Tere Liye itu bagus dan lumayan terkenal, dan kadang, kalo emang udah hobi, masalah uang itu sering ditanggapin, 'ah udahlah, beli aja.' tapi tetap aja, untuk novel remaja, ini lumayan merogoh kocek, apalagi untuk remaja seperti saya yang belum berpenghasilan-_- . Saya enggak nyesal sih beli novel Pak Tere mahal-mahal gini, karena saya memang penggemar Pak Tere. Tapi tetap menyebaaaalkaaaannn, apa sih salah turunin dikit, sembilan puluh kek, delapan puluh lebih bagus lagi. Apalagi ini novel 400 halaman aja enggak nyampe, saya enggak tahu deh entar novel ketiganya, MATAHARI, harganya berapa, pasti dahsyat.

Sip deh. Sekarang saya lagi pengen kasih bintang (ini yang kedua kalinya sepanjang saya ngereview) . Awalnya saya pengen kasih bintang 5 dari 5, tapi karena harganya mahal, saya turunin 1 bintang. Terus karena kovernya menyebalkan, saya turunin 1 lagi. Terus karena novelnya kayak mirip-mirip novel lain gimana gitu, saya turunin 0,5 bintang, dan terakhir, karena endingnya menyebalkan (Terutama bagi saya yang mengidolakan Ily) , saya turunin 0,5 bintang. Jadi sekarang berapa? 2 bintang ya? Ah, karena saya sangat menggemari Pak Darwis Tere Liye, saya tambah 2 bintang, jadi 4 bintang kan? wkwk..

Hidup 4 bintang untuk Novel Bulaaan~

  • Share:

You Might Also Like

0 comments